Rabu, 18 Mei 2016

Shalat yang paling afdhal di sisi Allah

Bismillah was shalatu was salamu 'ala Rasulillah, wa ba'du,

Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
أفضل الصلوات عند الله صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة

Shalat yang paling afdhal di sisi Allah adalah shalat subuh pada hari jumat secara berjamaah. (HR. Abu Nuaim dalam al-Hilyah 7/207, dan dishahihkan al-Albani dalam Silsilah as-Shahihah, no. 11566).

Hadis ini menunjukkan keistimewaaan shalat subuh berjamaah di hari jumat. Hingga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutnya sebagai shalat paling afdhal di sisi Allah.

Dalam riwayat lain disebutkan salah satu nilai keutamaannya, riwayat dari Abu Ubaidah bin Jarrah radhiyallahu 'anhu,
إن أفضل الصلوات صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة، وما أحسب شهدها منكم إلا مغفورا له
Shalat paling utama adalah shalat subuh di hari jumat yang dilakukan secara berjamaah. Saya menduga orang yang mengikutinya akan diampuni dosanya.

Hanya saja hadis ini dinilai dhaif sekali. Diriwayatkan al-Bazzar dalam Musnadnya (4/106), dari Ali bin Zaid, yang dinilai para ulama, Munkarul hadis.

Jaga Shalat Jamaah
Lebih dari itu, setiap lelaki diharuskan menjaga shalat wajib berjamaah, kapanpun di manapun. Terutama shalat subuh, isya, dan asar.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَثْقَلَ صَلاَةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّىَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِى بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh. Kalau mereka mengetahui keutamaan yang terdapat dalam kedua shalat tersebut, mereka akan mendatanginya walau pun dengan merangkak.
Aku sangat ingin memerintahkan shalat (dikerjakan), lalu dikumandangkan iqomat dan kuperintahkan seseorang untuk mengimami para jama’ah. Sementara itu aku pergi bersama beberapa orang yang membawa seikat kayu bakar menuju orang-orang yang tidak ikut shalat berjama’ah dan membakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR. Bukhari 644 dan Muslim 651)

Anda bisa perhatikan hadis di atas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi ancaman sangat keras bagi lelaki yang tidak mau ikut shalat jamaah di masjid. Hingga beliau memberi ancaman mau membakar rumahnya.
Ini  bukan masalah sepele, bukan hal ringan… Menjaga shalat jamaah di masjid, itu masalah serius. Tidak selayaknya kaum muslimin yang laki-laki, meninggalkannya.

Mungkin ada yang berkomentar, tidak ada dalam catatan sejarah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membakar rumah sahabatnya di Madinah. Berarti hadis itu tidak benar..

Subhanallah, hanya karena tidak paham, dia mengklaim hadisnya tidak benar.
Hadis ini shahih, disepakati keshahihannya.
Hanya saja, kita perlu lihat, dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam baru menyampaikan rencana dan keinginan beliau. Apakah beliau wujudkan rencana itu?
Jawabannya tidak. Karena itu, betul tidak ada dalam catatan sejarah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membakar rumah sahabatnya di Madinah. Karena memang rencana itu tidak beliau laksanakan.

Tapi yang menjadi fokus kajian kita adalah ancaman yang diberikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada orang yang tidak hadir shalat jamaah. Yang menunjukkan keseriusan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah shalat jamaah.

Mengapa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengurungkan rencananya?
Bukan karena beliau memaafkan yang tidak hadir jamaah di masjid, namun karena rumah ini, tidak hanya hak si bapak, tappi anak-anak dan istri juga punya hak dengannya. Sementara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak ingin menghukum satu orang, kemudian hukuman itu melebar dan orang lain terkena dampaknya.

Allahu a’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar