Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Benarkah Dhuha dapat kita anggap sebagai rasa terima kasih kita orang sebagai hamba Allah SWT atas segala berkah hidup yang diberikan-Nya?
Sebaik-baiknya shalat Dhuha ini seyogyanya kita kerjakan setiap hari, dikarenakan mempunyai banyak kelebihan dan fadhilatnya, dimana kita akan memperoleh ampunan Allah SWT, murah rezeki dan ketenangan jiwa serta kehidupan yang layak.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengerjakan shalat Dhuha dengan istiqamah niscaya akan diampuni dosanya olleh Allah sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.”
Abu Hurairah pernah berkata: “Rasulullah SAW berwasiat kepadaku tiga perkara agar jangan ditinggalkan puasa tiga hari tiap bulan, dua raka’at Dhuha dan Witir sebelum tidur.”
Dari Abu Dzar r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah masing-masing di antara kamu setiap pagi bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu. Maka tiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, dan setiap takbir adalah sedekah. Menyuruh kebaikan adalah sedekah, mencegah keburukan juga adalah sedekah. Dan sebagai ganti daripada itu semua, cukuplah mengamalkan dua rakaat solat Dhuha.” (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud)
Kita orang diajarkan, agar kita berusaha mengejar kebahagiaan akhirat sebanyak-banyaknya, melebihi usaha kita dalam mengejar dunia.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (QS. Al-Qashas: 77).
Kita orang dapat memperhatikan, Allah SWT mengajak kita untuk menjadikan dunia ini menjadi kesempatan untuk mencari kebahagiaan bagi akhirat, sebisa yang kita lakukan dengan tidak melupakan bagian dari kehidupan dunia.
Kita sebagai manusia, pasti juga melakukan aktivitas dunia dan aktivitas akhirat. Berdasarkan ayat di atas, seharusnya aktivitas akhirat, lebih banyak dari pada aktivitas dunia. Dengan kata lain, orientasi akhirat, lebih dominan dari pada orientasi dunia.
Namun sangat disayangkan, di zaman ini, prinsip yang diajarkan pada ayat di atas terbalik. Orientasi dunia kita, cenderung lebih dominan dari pada orientasi akhirat. Bahkan sampai amal ibadah kita yang seharusnya kita lakukan untuk akhirat, turut kita korbankan untuk mendapatkan dunia.
Lebih dari itu, terdapat petunjuk dari firman Allah, pada satu ayat yang selayaknya perlu kita ingat ketika kita sedang beramal.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ( ) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya maka akan Kami berikan imbalan amal mereka di dunia dan tidak dikurangi. Mereka itulah orang-orang yang hanya akan mendapatkan neraka di akhirat dan terhapuslah segala yang telah mereka lakukan dan batal perbuatan yang telah mereka lakukan.” (QS. Hud: 15 – 16).
Untuk itu, murnikan niat amal kita untuk mendapat ridha Allah, dan bukan tendensi dunia. Agar amal kita menjadi amal yang ikhlas.
Terdapat banyak keutamaan shalat dhuha. Dan jika perhatikan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih banyak menekankan masalah akhirat.
Kita simak beberapa hadis berikut,
Hadis dari Abu Buraidah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Hadis dari Abu Buraidah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فِى الإِنْسَانِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلاً فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ ». قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
Dalam diri manusia terdapat 360 ruas tulang, wajib bagi semua orang untuk mensedekahi setiap ruas tulangnya." Para sahabat bertanya: "Siapakah yang mampu melakukan hal itu, wahai Nabi Allah?" Beliau bersabda: "Menutupi ludah di masjid dengan tanah, menyingkirkan sesuatu dari jalan (bernilai sedekah). Jika kamu tidak bisa mendapatkan amalan tersebut maka dua rakaat Dhuha menggantikan (kewajiban)mu." (HR. Abu Daud 5242, Ahmad 23037 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بَعْثًا فَأَعْظَمُوا الْغَنِيمَةَ ، وَأَسْرَعُوا الْكَرَّةَ ، فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا رَأَيْنَا بَعْثًا قَطُّ أَسْرَعَ كَرَّةً ، وَلا أَعْظَمَ مِنْهُ غَنِيمَةً مِنْ هَذَا الْبَعْثِ ، فَقَالَ : أَلا أُخْبِرُكُمْ بِأَسْرَعَ كَرَّةً مِنْهُ ، وَأَعْظَمَ غَنِيمَةً ؟ رَجُلٌ تَوَضَّأَ فِي بَيْتِهِ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ، ثُمَّ تَحَمَّلَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَلَّى فِيهِ الْغَدَاةَ ، ثُمَّ عَقَّبَ بِصَلاةِ الضَّحْوَةِ ، فَقَدْ أَسْرَعَ الْكَرَّةَ ، وَأَعْظَمَ الْغَنِيمَةَ
"Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus sekelompok utusan perang, kemudian utusan ini membawa banyak harta rampasan perang dan pulangnya cepat. Kemudian ada seorang berkata: "Wahai Rasulallah, kami tidak pernah melihat kelompok yang lebih cepat pulang dan lebih banyak membawa ghanimah melebihi utusan ini."
Kemudian Beliau menjawab: "Maukah aku kabarkan keadaan yang lebih cepat pulang membawa kemenangan dan lebih banyak membawa rampasan perang?
Yaitu seseorang berwudlu di rumahnya dan menyempurnakan wudlunya kemudian pergi ke masjid dan melaksanakan shalat subuh kemudian (tetap di masjid) dan diakhiri dengan shalat Dhuha. Maka orang ini lebih cepat kembali pulang membawa kemenangan dan lebih banyak rampasan perangnya." (HR. Abu Ya'la dalam Musnadnya no. 6559, Ibn Hibban dalam Shahihnya no 2535, dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wat Tarhib 664).
Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُحَافِظُ عَلَى صَلاةِ الضُّحَى إِلا أَوَّابٌ، وَهِيَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada yang menjaga shalat Dhuha kecuali para Awwabin" beliau mengatakan: "Shalat Dhuha adalah shalatnya para Awwabin" (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1224, Hakim dalam Mustadrak 1182 dan dihasankan al-A’dzami)
Awwabiin berasal dari kata Awwab, artinya orang yang kembali. Disebut Awwabin, karena mereka adalah orang yang kembali kepada Allah dengan melakukan ketaatan. (simak Faidhul Qadir 1/408).
Ada satu hadis, yang mungkin karena hadis ini masyarakat mengkaitkan shalat dhuha dengan pintu rezeki. Hadis dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ اكْفِنِى أَوَّلَ النَّهَارِ بِأَرْبَعِ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ بِهِنَّ آخِرَ يَوْمِكَ
Sesungguhnya Allah berfirman: "Wahai anak adam, laksanakan untukKu 4 rakaat di awal siang, Aku akan cukupi dirimu dengan shalat itu di akhir harimu." (HR. Ahmad 17390, dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wat Tarhib 666 dan Syuaib al-Arnauth).
Paling banyak yang dikerjakan oleh Rasulullah ialah delapan rakaat dan paling banyak yang disabdakan oleh baginda ialah dua belas rakaat. Paling sedikit yang boleh dikerjakan adalah dua rakaat.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Wahai anak Adam. Janganlah sekali-kali kamu malas mengerjakan empat rakaat solat Dhuha, maka akan aku cukupkan keperluanmu sehingga waktu petang.” (HR Al-Hakim dan At-Tabrani).
Ulama berbeda pendapat tentang 4 rakaat di awal siang yang dimaksudkan di hadis ini. Ada yang mengatakan: shalat dhuha, ada yang berpendapat: shalat isyraq, dan ada juga yang mengatakan: shalat qabliyah subuh dan shalat subuh. Sebagaimana keterangan Mula Ali Al-Qori dalam Al-Mirqah (3/980). Dan ditegaskan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa para ulama memahami empat rakaat tersebut adalah shalat dhuha (Al-Istidzkar, 2/267).
Tentang kalimat ’Aku akan penuhi dirimu’ Imam as-Sindi menjelaskan ada beberapa kemungkinan makna,
a. Aku cukupi dirimu sehingga terhindar dari kecelakaan dan segala musibah
b. Aku cukupi dirimu dengan diberikan penjagaan dari dosa dan ampunan terhadap perbuatan dosa yang dilakukan di hari itu.
c. Aku cukupi dirimu dalam segala hal. (Ta’liq Musnad Ahmad Syuaib al-Arnauth, 28/613).
b. Aku cukupi dirimu dengan diberikan penjagaan dari dosa dan ampunan terhadap perbuatan dosa yang dilakukan di hari itu.
c. Aku cukupi dirimu dalam segala hal. (Ta’liq Musnad Ahmad Syuaib al-Arnauth, 28/613).
Jika kita perhatikan, hadis di atas tidak secara tegas menunjukkan bahwa shalat dhuha membuka kunci pintu rezeki. Hadis ini hanya menjelaskan janji Allah bagi orang yang shalat 4 rakaat di pagi hari, baik shalat subuh, qabliyah subuh atau shalat dhuha, akan dicukupi di akhir hari.
Itupun dengan syarat, shalat 4 rakaat di waktu pagi itu dilakukan ikhlas untuk Allah, bukan karena tendensi untuk dunia. Karena Allah berfirman, ”laksanakan untuk-Ku 4 rakaat..” kata untuk-Ku menunjukkan bahwa itu harus dilakukan dengan ikhlas.
Namun jika tendensinya untuk dunia, untuk melancarkan rezeki, berarti shalat ini dikerjakan bukan murni untuk mengharap ridha Allah. Tapi untuk yang lainnya. Hanya untuk Allah hanya kepada Allah shalat dhuha, tidak perlu diabsen oleh manusia, tidak perlu dinilai oleh manusia karena akan menjadi riya'.
Dikarenakan kita orang menganggap sifat riya’ merupakan satu sikap berbuat baik kepada orang lain, dengan dalih bahwa apa yang kita kerjakan dalam pandangan adalah perbuatan yang terpuji, untuk motivasi, untuk menambah silaturahmi, untuk mengadakan pengajian akbar, tapi ujungnya untuk mencari peluang usaha atau mitra kerja, berbincang mengganggu yang lagi khusuk shalat dhuha, melenceng jauh dari niat dhuha menyembah hanya kepada Allah SWT. hal ini sesuai dengan isyarat Qur’an dalam surah Al-baqarah ayat 11-12:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:“Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi”, mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang hanya membuat kebaikan”. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang sebenar-benarnya membuat bencana dan kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,