Rabu, 15 Juli 2015

Syariat memerintahkan agar kita orang senantiasa menyambung dan menjaga hubungan kerabat ‘shilah ar-rahim’.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله ربّ العالمين al-ḥamdu li-llāhi rabbi l-ʿālamīn.
Hari Idul Fitri 1 Syawal itu waktunya menjelang tiba saat untuk berbuka dan haram untuk berpuasa.
Idul Fitri dapat berarti kembalinya kita orang kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Syariat memerintahkan agar kita orang senantiasa menyambung dan menjaga hubungan kerabat ‘shilah ar-rahim’.
Sebaliknya, syariat melarang untuk memutuskan silaturahim.
Abu Ayub al-Anshari menuturkan, “Pernah ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW., “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku perbuatan yang akan memasukkan aku ke dalam surga.”
Kemudian dijawab Rasulullah Muhammad SAW dengan sabda.
تَعْبُدُ اللهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ وَتُؤَتِيْ الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ
Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahmi. (HR al-Bukhari).
Hadist Rasulullah SAW ini, meskipun menggunakan redaksi berita, maknanya adalah perintah.
Pemberitahuan bahwa perbuatan itu akan mengantarkan pelakunya masuk surga, merupakan ‘qarînah jâzim’ atau terdapat indikasi yang tegas.
Untuk itulah, kita orang dalam menyambung dan menjaga shilaturahmi hukumnya wajib, dan memutuskannya adalah haram. Rasulullah SAW juga pernah bersabda.
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan atau ‘ar-rahim’. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Meskipun kita menggunakan redaksi berita, maknanya adalah larangan; ungkapan 'tidak masuk surga' juga merupakan qarînah jâzim, yang menunjukkan bahwa memutus hubungan kekerabatan atau ‘shilah ar-rahim’ hukumnya ‘haram’.
‘Silaturahmi’ berasal dari kata ‘shilah ar-rahim’ dibentuk dari kata ‘shilah’ dan ‘ar-rahim’.
Kata ‘shilah’ berasal dari ‘washala-yashilu-wasl(an)wa shilat(an)’, artinya adalah hubungan.
Kata ‘ar-rahim’ atau ‘ar-rahm’, jamaknya ‘arhâm’, yakni ‘rahim’ atau ‘kerabat’.
Asalnya dari ‘ar-rahmah’ berarti ‘kasih sayang’; ia digunakan untuk menyebut ‘rahim’ atau kerabat karena orang-orang saling berkasih sayang, karena hubungan rahim atau kekerabatan itu.
Di dalam al-Quran, kata al-arhâm terdapat dalam tujuh ayat, semuanya bermakna rahim atau kerabat.
Dengan demikian, secara bahasa shilah ar-rahim (silaturahmi) artinya adalah ‘hubungan kekerabatan’.
Terdapat banyak nash syariat yang memuat kata atau yang berkaitan dengan shilah ar-rahim. Maknanya bersesuaian dengan makna bahasanya, yaitu ‘hubungan kekerabatan’.
Oleh karena itu, Qadhi Iyadh menyimpulkan, "Tidak ada perbedaan pendapat bahwa shilah ar-rahim dalam keseluruhannya adalah wajib dan memutuskannya merupakan kemaksiatan yang besar.
Untuk memenuhi ketentuan hukum tersebut, kita harus mengetahui batasan mengenai siapa saja kerabat yang hubungan dengannya wajib dijalin, dan aktivitas apa yang harus dilakukan untuk menjalin silaturahmi itu?
Makna ‘ar-rahim’ atau ‘al-arham’ yang terdapat dalam nash, dan pendapat para ulama, dapatlah ditentukan batasan kerabat tersebut.
Kata ar-rahim dan al-arhâm yang terdapat di dalam nash-nash yang ada bersifat umum, mencakup setiap orang yang termasuk arhâm (kerabat).
Makna al-arhâm pada ayat pertama surat an-Nisa’, Imam al-Qurthubi berkata, "Ar-rahim adalah isim atau sebutan untuk seluruh kerabat dan tidak ada perbedaan antara mahram dan selain mahram."
Ibn Hajar al-‘Ashqalani dan al-Mubarakfuri mengatakan, "Ar-Rahim mencakup setiap kerabat. Mereka adalah orang yang antara dia dan yang lain memiliki keterkaitan nasab, baik mewarisi ataupun tidak, baik mahram ataupun selain mahram."
Asy-Syaukani mengatakan, "Shilah ar-rahim itu mencakup semua kerabat yang memiliki hubungan kekerabatan yang memenuhi makna ar-rahim (kerabat)."
Allah SWT memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kerabat (QS an-Nisa’: 36);
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, QS:An-Nisaa: 36.
Bagaimana suka memberi kepada kerabat dijelaskan dalam Firman Allah SWT pada QS an-Nahl:90;
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. QS:An-Nahl:90.
Mencari Kerdaan Allah dengan melakukan tindakan yang bagaimana dapat memberikan hak kepada kerabat ada pada Firman Allah di QS ar-Rum:38;
فَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. QS:Ar-Ruum:38.
Meski dalam hal itu sebagian mereka lebih diutamakan dari sebagian yang lain dalam QS al-Anfal:75.
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS:Al-Anfaal: 75
Telah tersirat hubungan silaturahmi dalam al-Ahzab: 6.
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). QS:Al-Ahzab: 6.
Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda.
يَدُ الْمُعْطِيْ الْعُلْيَا وَاِبْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ اُمَّكَ وَأَبَاكَ وَاُخْتَكَ وَاَخَاكَ ثُمَّ اَدْنَاكَ اَدْنَاكَ
Tangan yang memberi itu di atas (lebih utama) dan mulailah dari orang yang menjadi tanggungan (keluarga)-mu, ibumu, bapakmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, orang yang lebih dekat denganmu, orang yang lebih dekat denganmu (HR al-Hakim, al-Baihaqi, dan Ibn Hibban).
Hubungan kesalingtergantungan itu adalah bagian dari aktivitas silaturahmi.
Menurut Al-Manawi, silaturahmi adalah menyertakan kerabat dalam kebaikan.
Imam an-Nawawi mengartikan silaturahmi sebagai berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi orang yang menyambung dan yang disambung; bisa dengan harta, kadang dengan bantuan, kadang dengan berkunjung, mengucap salam dan sebagainya.
Abu Thayyib mengartikan silaturahmi sebagai ungkapan tentang berbuat baik kepada kerabat, orang yang memiliki hubungan nasab dan perkawinan; saling berbelas kasihan dan bersikap lembut kepada mereka, mengatur dan memelihara kondisi mereka, meski mereka jauh atau berbuat buruk. Memutus silaturahmi berlawanan dengan semua itu.
Ibn Abi Hamzah berkata, "Silaturahmi bisa dilakukan dengan harta, menolong untuk memenuhi keperluan, menghilangkan kemadaratan, muka berseri-seri, dan doa."
Pengertian yang bersifat menyeluruh adalah menyampaikan kebaikan yang mungkin disampaikan dan menghilangkan keburukan yang mungkin dihilangkan, sesuai dengan kesanggupan.”Tentang siapa yang termasuk orang yang menyambung silaturahmi, Rasul SAW bersabda.
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِىءِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
“Orang yang menghubungkan silaturahmi bukanlah orang yang membalas hubungan baik. Akan tetapi, orang yang menghubungkan silaturahmi adalah orang yang ketika kekerabatannya diputus, ia menghubungkannya. (HR al-Bukhari).
Menyambung silaturahmi adalah jika hubungan kerabat (shilah ar-rahim) diputus, lalu dihubungkan kembali.
Apabila kita orang yang melakukannya berarti telah menghubungkan silaturahmi.
Apabila kerabat seseorang menghubunginya, lalu ia menghubungi mereka, hal itu adalah balas membalas; termasuk aktivitas ‘saling menjaga silaturahmi’, bukan menyambung silaturahmi.
Silaturahmi sebagai hubungan kerabat; berupa hubungan kasih-sayang, tolong-menolong, berbuat baik, menyampaikan hak dan kebaikan, serta menolak keburukan dari kerabat yaitu ahli waris dan ûlu al-arhâm.
Hubungan dengan selain mereka tidak bisa disebut silaturahmi, karena tidak terpenuhi adanya ikatan kekerabatan (ar-rahim). Ikatan dengan sesama Muslim selain mereka adalah ikatan persaudaraan karena iman yaitu ikatan ukhuwah (silah al-ukhuwah), bukan silaturahmi.
Secara terminologi, Imam Nawawi memberi batasan, “Shilatur rahim artinya berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi yang menyambung maupun yang disambung. Kadang kala dengan harta benda, pelayanan, kunjungan, salam, dan lain-lain.”
“Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir & batin dengan ridha Allah SWT serta barokah-Nya menyertai hamba-Nya yang saling ucapkan maaf serta berikan maaf Taqaballahu minna wa minkum, minal aidzin wal faizin.
Selamat Idul Fitri 1436 H”.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,


Selasa, 14 Juli 2015

Selamat Idul Fitri 1436 H.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir & batin dengan ridha Allah SWT serta barokah-Nya menyertai hamba-Nya yang saling ucapkan maaf serta berikan maaf Taqaballahu minna wa minkum, minal aidzin wal faizin. Selamat Idul Fitri 1436 H”.
Hari Idul Fitri merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa.
Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa.
Kata “Id” berasal dari akar kata “aada – yauudu” yang artinya kembali sedangkan “Fitri” dapat berarti buka puasa untuk makan dan dapat berarti ‘Suci’.
Adapun “fitri” yang berarti ‘buka puasa’ berdasarkan akar kata “ifthar” (sighat mashdar dari aftharo – yufthiru) dan berdasar hadis Rasulullah SAW yang artinya: ”Dari Anas bin Malik: Tak sekali-pun Nabi Muhammad SAW Pergi (untuk shalat) pada hari raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya."
Dalam Riwayat lain: "Nabi SAW. Makan kurma dalam jumlah ganjil." (HR Bukhari).
Makna ‘Idul Fitri’ berdasarkan adalah hari raya umat Islam untuk kembali berbuka atau makan.
Untuk itulah salah satu sunnah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hari Idul Fitri 1 Syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
Sedangkan kata ‘Fitri’ yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata ‘fathoro-yafthiru” dan hadis Rasulullah SAW yang artinya “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq ‘alayh).
Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alayh).
Idul Fitri dapat berarti kembalinya kita orang kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Idul Fitri berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar.
1 Syawal mulai berakhirnya puasa bulan Ramadhan, kemudian merayakan Lebaran Idul Fitri.
DI awal pagi hari selalu dilaksanakan Shalat Idul Fitri (Salat Ied), disunnahkan melaksanakan shalat Ied di tanah lapang.
Sebelum shalat Ied di lakukan imam mengingatkan siapa yang belum membayar zakat fitrah, sebab kalau selesai shalat Ied baru membayar zakatnya hukum-nya sedekah biasa bukan zakat.
Hukum dari Shalat Idul Fitri ini adalah sunnah mu'akkad.
Di malam sebelum dan sesudah hari raya, umat muslim disunnahkan mengumandangkan takbir.
Idul Fitri 1436 H kali ini, diperkirakan akan jatuh pada hari Jumat atau bertepatan dengan tanggal 17 Juli 2015. Artinya ada dua hari raya bertemu, hari Jumat dan juga Idul Fitri itu sendiri.
Shalat Jum’at, agar orangg yang punya keinginan menunaikan salat Jumat bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘Ied’ dapat turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali.
Pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ.
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.
Mayoritas ulama berpendapat, kita orang apabila telah menghadiri shalat id, boleh tidak menghadiri jumatan. Sebaliknya, siapa yang tidak hadir shalat id, kewajiban jumatan tidak gugur baginya.
Status bolehnya tidak jumatan adalah 'Rukhshah'.
Untuk itu, apabila kita tidak ada udzur dan kebutuhan mendesak, dianjurkan agar kita mengambil azimah (lawan rukhshah), dengan tetap menghadiri jumatan.
Bagi ummat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di Bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali.
Sebagaimana Sabda Nabi SAW yang Artinya “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab: "Ucapan pada hari raya, dimana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied: “Taqabbalallahu minnaa wa minkum” yang artinya: ‘Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian’
“Ahaalallahu 'alaika”, dan sejenisnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya.
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar :
Dalam "Al Mahamiliyat" dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, beliau berkata: Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya: ‘Taqabbalallahu minnaa wa minka’ (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)".
Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata: "Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Ied berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain: ‘Taqabbalallahu minnaa wa minka’.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Senin, 13 Juli 2015

Hal yang membatalkan puasa

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Hal yang membatalkan puasa yang Pertama, adalah makan dan minum, atau memasukkan sesuatu ke dalam lubang tubuh dengan sengaja.
Hal yang mendasari makan dan minum membatalkan puasa kita adalah Q.S. Al-Baqarah: 187,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri´tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. QS:Al-Baqarah:187.
Perkecualian terjadi pada mereka yang tidak sengaja makan, minum dan merokok. Semua makan minum yang dilakukan orang berpuasa tanpa sengaja, termasuk karena lupa, tidak bernilai dosa dan tidak membatalkan puasanya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
من نسى وهو صائم فأكل أو شرب فليتم صومه فإنما أطعمه الله وسقاه
Siapa yang lupa makan atau minum ketika puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya. Karena Allah yang memberi dia makan atau minum. (HR. Ahmad 9737, Muslim 2772, dan yang lainnya)
Berdasarkan hadis ini, kita yang makan ketika berpuasa karena lupa, kita tidak terhitung maksiat.
Kita diperintahkan untuk mengingkari setiap kemungkaran yang ada di sekitar kita.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari riwayat Abu Said al-Khudri ra,
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
Barang siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengingkarinya dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengingkarinya dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengingkarinya dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah." (HR. Ahmad 11371, Muslim 186).
Apaila ada orang makan atau minum pada siang hari di bulan Ramadhan dikarenakan lupa, orang tersebut tidaklah berdosa. Apabila dilakukan di depan kita, ini suatu kemungkaran. Untuk itu, wajiblah bagi kita orang untuk mengingatkannya dan tidak dapat kita biarkan.
Pada saat Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang orang yang melihat temannya minum ketika ramadhan, karena lupa.
Apa jawaban Imam Ibnu Baz, berikut ini?
من رأى مسلما يشرب في نهار رمضان أو يأكل أو يتعاطى شيئا من المفطرات الأخرى, وجب إنكاره عليه, لأن إظهار ذلك في نهار الصوم منكر, ولو كان صاحبه معذورا في نفس الأمر
Siapa yang melihat seorang muslim minum di siang ramadhan, atau makan atau melakukan pembatal lainnya, maka dia wajib mengingkari temannya. Karena menampakkan hal ini di siang hari bulan puasa, termasuk kemungkaran. Meskipun pada hakekatnya, pelaku memiliki udzur (tidak berdosa).
Pada kesempatan lain Imam Ibnu Baz mengatakan bahwa,
حتى لا يجترئ الناس على إظهار ما حرم الله من المفطرات في نهار الصيام بدعوى النسيان, وإذا كان من أظهر ذلك صادقا في دعوى النسيان فلا قضاء عليه, لقول النبي صلى الله عليه وسلم: (من نسي وهو صائم فأكل أو شرب فليتم صومه, فإنما أطعمه الله وسقاه) متفق على صحته
Sehingga masyarakat tidak seenaknya melakukan pembatal yang Allah haramkan di siang Ramadhan, dengan alasan lupa. Jika orang yang melakukan pembatal di depan kita itu jujur bahwa dia benar-benar lupa, maka tidak perlu qadha puasanya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Siapa yang lupa ketika puasa, lalu dia makan atau minum, hendaknya dia lanjutkan puasanya. Karena Allah yang memberinya makan atau minum. "(Majmu 'Fatawa Ibnu Baz, 4/254).
Pembatal puasa yang lain adalah
Kedua, Jima’ (bersenggama) melakukan hubungan badan secara sengaja. Yang tergolong dalam hubungan badan adalah, masuknya alat kelamin pria dengan wanit dalam keadaan sengaja dan sadar.
Ketiga, melakukan pengobatan pada kemaluan atau dubur, yang memungkinkan masuknya sesuatu dari salah satu lubang tersebut.
Keempat, muntah dengan sengaja. Sebaliknya, jika kita muntah karena sakit atau tidak disengaja, puasanya masih sah.
Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. ” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” Diriwayatkan oleh Al-Harbi dalam Gharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah 923.
Kelima, keluarnya air mani karena adanya sentuhan. Dalam hal ini, baik yang melakukan masturbasi hingga keluar atau menggunakan tangan/bagian tubuh istri, sama-sama batal berpuasa. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
Keenam, haid bagi wanita. Diriwayatkan oleh Aisyah, haid membatalkan puasa, dan wanita yang masih mampu, wajib menggantinya. “Kami (kaum perempuan) diperintahkan mengganti puasa yang ditinggalkan, tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti shalat yang ditinggalkan”. (H.R. Muslim).
Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
Ketujuh, nifas atau darah yang keluar dari kemaluan perempuan setelah melahirkan. Jika ia berpuasa dan mengeluarkan nifas, berarti puasanya tidak sah.
Kedelapan, gila atau hilang ingatan. Seseorang wajib berpuasa jika sudah cukup umur dan waras. Ketika ia menjadi gila, maka kewajiban berpuasa tersebut batal.
Kesembilan, murtad atau keluar dari agama Islam. Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala . “Al-An’aam: 88 apabila kita berani mempersekutukan Allah, akan lenyap sia-sia semua amalan yang telah kita kerjakan.
ذَٰلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. QS:Al-An'am:88.
Puasa Ramadhan adalah kewajiban umat Islam, sehingga ketika ia mengingkari Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, atau tidak lagi menganut Islam, kewajban itu terhapus dan puasanya tidak sah.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Minggu, 28 Juni 2015

‘Ar Rayyan’ salah satu pintu surga dari delapan pintu disediakan khusus bagi orang yang berpuasa .

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Bukankah bagi kita orang yang berpuasa di bulan Ramadhan akan disediakan Ar Rayyan?
‘Ar Rayyan’ secara bahasa berarti ‘puas, segar’ dan ‘tidak haus’.
‘Ar Rayyan’ ini adalah salah satu pintu di surga dari delapan pintu yang ada yang disediakan khusus bagi orang yang berpuasa .
Bukankah kita beribadah puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu waktu dikabulkannya do’a kita?
Untuk itu mari kita perbanyak memohon kepada Allah SWT, semoga Allah memperbaiki diri kita, dan menjauhkan kita dari keburukan hati dan amal kita. Karena hanya dengan pertolongan-Nya, kita bisa selamat dari semua fitnah dunia.
يَاحَيُّ يَاقَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ نَسْتَغِيثُ أَصْلِحْ لَنَا شَأْنـَنَا كُلَّهُ وَلَا تَكِلْنَا اِلَى أَنْفُسِنَا طَرْفَةَ عَينٍ
Ya Hayyu ya Qayyum, dengan rahmat-Mu kami memohon, perbaikilah semua urusan kami dan jangan Engkau pasrahkan kepada diri kami, sekejap matapun.
Benarkah kita orang yang berpuasa akan mendapatkan pengampunan dosa?
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ
“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar sebagaimana dalam Mujma’ul Zawaid dan Al Haytsami mengatakan periwayatnya tsiqoh/terpercaya. Lihat Jami’ul Ahadits, Imam Suyuthi).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Muslim)
Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Pintu-pintu surga dibuka pada bulan ini karena banyaknya amal saleh dikerjakan sekaligus untuk memotivasi umat islam untuk melakukan kebaikan. Pintu-pintu neraka ditutup karena sedikitnya maksiat yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan diikat kemudian dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti di bulan selain Ramadhan.” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 4, Wazarotul Suunil Islamiyyah).
Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Al Fath menyebutkan, “Ar Rayyan dengan menfathahkan huruf ro’ dan mentasydid ya’, mengikuti wazan fi’il (kata kerja) dari kata ‘ar riyy‘ yang maksudnya adalah nama salah satu pintu di surga yang hanya dikhususkan untuk orang yang berpuasa memasukinya.
Dari sisi lafazh dan makna ada kaitannya. Karena kata ar rayyan adalah turunan dari kata ar riyy yang artinya bersesuaian dengan keadaan orang yang berpuasa. Orang yang berpuasa kelak akan memasuki pintu tersebut dan tidak pernah merasakan haus lagi.” (Fathul Bari, 4: 131).
Ibnu Hajar menyebutkan bahwa dalam lafazh hadits lainnya disebutkan bahwa di surga itu ada delapan buah pintu. Salah satu pintu dinamakan Ar Rayyan. Pintu tersebut tidaklah dimasuki selain orang yang berpuasa (lihat Fathul Bari, 4: 132). Hadits yang dimaksud adalah,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ »
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa” (HR. Bukhari no. 3257).
Keutamaan puasa adalah sebagai perisai, benteng pertahanan mental kita dari perbuatan kemaksiatan.
Telah disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,
إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ
“Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’)
Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pahala yang Tak Terhingga.
Hadits di atas juga menunjukkan al jaza’ min jinsil ‘amal, yaitu balasan dari Allah sesuai dengan jenis amalan. Dan juga menandakan bahwa siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka akan diganti dengan yang lebih baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً اتِّقَاءَ اللَّهِ جَلَّ وَعَزَّ إِلاَّ أَعْطَاكَ اللَّهُ خَيْراً مِنْهُ
“Jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah ‘azza wa jalla, maka Allah akan mengganti padamu dengan yang lebih baik” (HR. Ahmad 5: 78, sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Pada bulan suci Ramadhan terdapat malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan.
Dikarenakan pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan).
Pada malam kemuliaan inilah, yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, pada saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ – وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ – لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr [97] : 1-3)
Dan Allah ta’ala juga berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” QS. Ad Dukhan: 3.
Ibnu Abbas, Qotadah dan Mujahid mengatakan bahwa malam yang diberkahi tersebut adalah malam lailatul qadar. (Lihat Ruhul Ma’ani, 18/423, Syihabuddin Al Alusi).
Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Dua Kebahagiaan.
Bau Mulut Orang yang Bepuasa Lebih Harum di Hadapan Allah dari pada Bau Misik atau minyak Kasturi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِى ، وَأَنَا أَجْزِى بِهِ . وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ . وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ ، وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah berfirman,’Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor, jangan pula berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajak berkelahi maka katakanlah,’Saya sedang berpuasa’. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika bertemu Allah mereka bergembira karena puasanya’. “ (HR. Bukhari dan Muslim).
Puasa kita akan Memberikan Syafaat bagi kita orang yang menjalankannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَىْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
“Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan berkata,’Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya’.
Dan Al-Qur’an pula berkata,’Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Beliau bersabda, ‘Maka syafaat keduanya diperkenankan.’” (HR. Ahmad, Hakim, Thabrani, periwayatnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Al Haytsami dalam Mujma’ul Zawaid).
Dapatkan keutamaan berpuasa di bulan Ramadhan dengan cara menghiasi hari-hari di bulan Ramdhan yang penuh berkah dengan amal saleh yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Rabu, 24 Juni 2015

Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ramadhan diambil dari kata Ramdha' رمضاء yang artinya ‘sangat panas’.
Penamaan bulan Ramadhan bertepatan dengan musim panas.
Pada bulan Ramadhan yang penuh berkah ini kita diwajibkan menjalankan ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh, yang mana hal tersebut merupakan salah satu bagian dari rukun Islam.
Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkan salah satu contoh doa yang diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir seorang ulama tabi’in, beliau pernah mengatakan bila diantara do’a sebagian sahabat ketika datang Ramadhan adalah.
اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, 264)
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” QS. Al Baqarah: 185.
Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah ta’ala memuji bulan puasa, yaitu bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ‘alaihimus salam.” (Tafsirul Qur’anil Adzim, I/501, Darut Thoybah)
Puasa Ramadhan hukumnya Fardu 'Ain dan puasa Ramadhan disyari'atkan bertujuan untuk menyempurnakan ketaqwaan.
"Diriwayatkan dari Thalhah bin 'Ubaidillah ra. Bahwa sesungguhnya ada seorang bertanya kepada Nabi SAW. dan Ia berkata: “Wahai Rasulullah beritakan kepadaku puasa yang diwajibkan oleh Allah atas diriku. Beliau bersabda: “puasa Ramadhan”.
Lalu orang itu bertanya lagi, Apakah puasa lain yang diwajibkan atas diriku?.
Beliau bersabda: “tidak ada, kecuali bila engkau Puasa Sunnah".
Ibadah puasa yang kita jalani merupakan upaya sebagai manusia mahluk yang mulia untuk menjaga diri dari setiap maksiat dan perbuatan yang menurunkan martabat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ، وَلاَ يَجْهَلْ ، فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ ، أَوْ قَاتَلَهُ ، فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، مَرَّتَيْنِ ،
Jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata rafats (jorok), berteriak-teriak dan bersikap bodoh (maksiat). Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar, katakanlah, “Saya sedang puasa” 2x” (HR. Ahmad 7693, Bukhari 1904 dan Nasa’i 2216).
Berikut adalah sebuah riwayat, sahabat Jabir yang mengingatkan kita orang,
إذا صمت فليصم سمعك ، وبصرك من المحارم ، ولسانك من الكذب ، ودع أذى الجار ، وليكن عليك وقار وسكينة ، ولا تجعل يوم صومك ويوم فطرك سواء
Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu dari segala yang haram, dan jagalah lisanmu dari kedustaan. Hindari mengganggu tetangga. Jadikan diri anda orang yang berwibawa dan tenang selama puasa. Jangan jadikan suasana hari puasamu sama dengan hari ketika tidak puasa. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Mari kita utamakan berpuasa di bulan Ramadhan ini dengan cara menghiasi hari-hari di bulan yang penuh berkah dengan amal saleh yang sesuai dengan tuntunan Allah azza wa jalla dan Rasul-Nya.
Sesuai dengan Firman Allah dalam Qur'an Surah Al-Baqarah 183. yaitu
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, QS:Al-Baqarah: 183.
Ibnu Hajar dalam mengulas Sahih Bukhari telah menguraikan beberapa kelebihan puasa,
Menuruti sunnah, membedakan diri dengan Ahlul Kitab, menambah kekuatan untuk beribadat, meningkatkan keikhlasan dalam beribadat, menghilangkan perasaan marah yang diakibatkan oleh kelaparan dan mendapat peluang untuk mengingati Allah dengan berzikir dan berdoa.
Perbuatan kita yang penuh keraguan karena dosa merupakan sebab pahala yang kita miliki berguguran. Ketika ramadhan kita penuh dengan dosa, puasa kita menjadi sangat tidak bermutu. Bahkan sampai Allah tidak butuh dengan ibadah puasa yang kita kerjakan.
Semacam inilah yang pernah diingatkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadis shahih riwayat Bukhari dan yang lainnya, dari sahabat Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan semua perbuatan dosa, maka Allah tidak butuh dengan amalnya (berupa) meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).”
Yang dimaksud “qauluz zur” adalah semua ucapan dusta, kebatilan, perkataan haram, dan yang menyimpang dari kebenaran.
Yang dimaksud “al-Amal bihi” adalah semua perbuatan yang dilarang oleh
Allah. Demikian keterangan al-Hafidz al-Aini dalam Umdatul Qori (10/276).
Allah menyebut setiap perbuatan maksiat yang kita lakukan sebagai tindakan kebodohan.
Berikut Allah berfirman di surat an-Nisa ayat 17,
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan maksiat karena kebodohan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Mujahid ulama tabiin murid senior sahabat Ibnu Abbas, dikatakan oleh beliau,
كُلُّ مَنْ عَصَى اللهَ فهو جاهل حتى ينزع عن الذنب
Tindakan gegabah kita apabila kita orang bermaksiat kepada Allah maka sesungguhnya kita orang tidaklah mengerti dan tidak memahami.
Keterangan beliau ini disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Kita manusia, ketika semakin sering bertindak gegabah serta sembarang, kita semakin rendah derajat. Karena itulah, ulama menyebut orang yang bermaksiat, sebagai orang yang membuat hina dirinya.
Imam Yahya bin Abi Katsir sebagai salah seorang ulama tabiin, beliau mengatakan,
مَا أكْرَمَ العِبَادُ أَنْـفُسَهُم بِـمِثْلِ طَاعَةِ اللهِ وَلَا أَهَانَ العِبَادُ أَنْفُسَهُم بِـمِثْلِ مَعْصِيَةِ اللهِ
Tidak ada perbuatan yang membuat seorang hamba semakin memuliakan dirinya selain ketaatan kepada Allah. Dan tidak ada amalan yang membuat hamba semakin menghinakan dirinya selain maksiat kepada Allah.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Selasa, 16 Juni 2015

Pada siapa kita manusia patuh dan taat ?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pada siapa kita manusia patuh dan taat ?
Fungsi Manusia: sebagai Abidullah dan Sebagai Khalifatullah fil-ardi.
Manusia sebagai Abidullah, manusia seharusnya tunduk patuh (sami’na wa atha’na) sebagai pijakan perbuatan manusia sebagai dasarnya firman Allah SWT dalam surat Adz-Dzariyat:56 yang berbunyi.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. QS:Adz-Dzaariyat:56.
Kita berserah diri (Taslim) تسليم, Patuh dan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, kita lakukan secara lahir dan bathin.
Kita orang sebaiknya tidak menolak sesuatu dari Al-Qur'an dan A-Sunnah yang Shahih, tidak juga menolaknya itu dengan Qiyas atau Analogi, Perasaan, Kasyf yaitu Iluminasi atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib, Ucapan seorang Syaikh, ataupun pendapat imam dan yang lainnya.”
Imam Muhammad bin Syihab az-Zuhri Rahimahullah berkata:
“Allah yang menganugerahkan risalah (mengutus para Rasul), kewajiban Rasul adalah menyampaikan risalah, dan kewajiban kita adalah tunduk dan taat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Kitabut Tauhid. Lihat kitab Fat-hul Baari XIII/503.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30)
Dalam surat QS. Ali Imran telah difirmankan akan adanya kebenaran kitab yang diturunkan sebelum Al-Quran Nul Karim.
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, QS:Ali Imran:3.
Manusia sbg Khalifah, manusia bertindak berdasarkan akalnya yang telah difirmankan Allah SWT dalamsurat Ali Imran 190 yang berbunyi:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, QS:Ali Imran:190.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
pijakan perbuatan manusia adalah Fi’il Allah (Sunnatullah: Perbuatan atau ciptaan Allah).
Kedua fungsi itu dapat dilakukan bila ia memiliki kesadaran.
Kesadaran adalah hal yang paling fundamental pada manusia. Sebab kesadaran itu mempengaruhi pikiran dan perbuatan. Jadi inti dari manusia adalah kesadarannya.
Manusia tegak dengan kesadarannya, demikian pula manusia runtuh dengan kesadarannya. Bila tegak, martabat manusia lebih tinggi dari malaikat, dan sebaliknya bila runtuh, manusia menjadi lebih hina dari binatang telah difirmankan Allah dalam surat Al-Furqan berikut ini.
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). QS:Al-Furqaan:44.
Allah telah menciptakan segala sesuatu secara lengkap bagi manusia diuangkapkan dalam firmanya dalam surat Al-Baqarah berikut ini.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. QS:Al-Baqarah:29.
Kita manusia telah dilahirkan dibesarkan secara prinsip tidak punya apa-apa, untuk itu hidup adalah pilihankita manusia untuk memilihhidup secara tegak menjadi (mu’min) atau memilih hidup sengsara atau runtuh (kufur) yang telah diingatkan dalam surat Al-Kahfi berikut ini.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. QS:Al-Kahfi: 29.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir”
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ ۗ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. QS:Al-Baqarah: 257.
Hidup adlah pilihan kita manusia apakah kita terinspirasi untuk melakukan kejahatan karena kita akan merugi karena kita orang mengotori hidup ini atau hidup aman dengan ketakwaan sehingga beruntung sampai mendapat kesucian jiwa seperti yang telah difirmankan Allah SWT dalam surat Asy-Syams berikut ini.
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. QS:Asy-Syams: 8,9 dan 10.
Menjadi manusia yang baik merupakan fitrah manusia, sedangkan hawa nafsu kita jauhi yang berpotensi buruk, apabila keduanya mendorong lahirnya perbuatan yang dipandu oleh hidayah, maka hasilnya kita sebagai manusia akan berakhlak mulia, bernafsu mutmainah, dan masyarakat yang terbentuk masyarakat yang selamat, sejahtera serta cinta damai.
Menjalani hidup dengan bertingkah laku baik adalah fitrah manusia, sedang hidup penuh hawa nafsu adalah potensi buruk, apabila keduanya mendorong lahirnya perbuatan yang dipandu oleh Thaghut/syetan, maka hasilnya: manusia akan berakhlak tercela, bernafsu amarah, dan lawwamah, dan masyarakat yang terbentuk adalah manusia yang serakah, menimbulkan keresahan, dan kerusakan.
Al-'Ashr adalah sesuatu yang paling berharga yang dikaruniakan Allah pada kita manusia. Sebab dengan Al-'Ashr kita dapat beribadah kepada Allah ta’ala, dengan adanya Al-'Ashr Allah diibadahi.
Rugi semakin merugi waktu kita terbuang apabila sering dipergunakan untuk terus menerus marah-marah melulu. Untungpun buntung, karena banyak disia-siakan segala nikmat serta anugerah yang telah Allah berikan, yang telah Allah titipkan, karena tertutup hawa amarah yang berlebihan, bersifat fasya'penuh nafsu syaitan yang terkutuk.
Kewajiban seorang muslim untuk tunduk dan taslim secara sempurna serta tunduk kepada perintahnya, menerima berita yang datang dari beliau 'Alaihi sholatu wa sallam dengan penerimaan yang penuh dengan pembenaran, tidak boleh menentang apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataan bathil, hal-hal yang syubhat atau ragu-ragu, dan tidak boleh juga dipertentangkan dengan perkataan seorang pun dari manusia.
Penyerahan diri, tunduk patuh dan taat kepada perintah Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah merupakan kewajiban seorang muslim. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mutlak. Taat kepada Rasulullah 'Alaihi sholatu wa sallam berarti taat kepada Allah Azza wa Jalla
Allah Azza wa Jalla berfirman yang tersirat dalam surat An-Nisaa berikut.
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. QS:An-Nisaa:80.
Kita orang akan selamat dari siksa Allah Subhanahu wa Ta'ala apabila kita selalu mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sesungguhnya seorang muslim tidak akan selamat dunia dan akhirat, sebelum ia berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menyerahkan ilmu yang belum jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya.
Seyogyanya kita hidup dengan berserah diri kepada nash-nash al-Qur-an dan as-Sunnah.
Tidak juga kita menentangnya dengan pena’wilan yang kurang baik, syubhat, penuh keraguan dan pendapat orang.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Jumat, 12 Juni 2015

Berdoa kepada Allah SWT

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kita berdo’a memohon dan meminta adalah memuji Dzat yang diminta Allah SWT.
Ketika kita hendak berdoa kepada Allah. Hendaknya kita memuji Allah dengan menyebut nama-Nya yang mulia (Asma-ul Husna).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar ada orang yang berdoa dalam shalatnya dan dia tidak memuji Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian beliau bersabda: “Orang ini terburu-buru.” kemudian Beliau bersabda,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد ربه جل وعز والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بما شاء
“Apabila kalian berdoa, hendaknya dia memulai dengan memuji dan mengagungkan Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian berdoalah sesuai kehendaknya.” (H.R. Ahmad, Abu Daud dan dishahihkan al-Albani).
Mantapkan hati kita dalam berdoa dan berkeyakinan untuk dikabulkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يقل أحدكم إذا دعا اللهم اغفر لي إن شئت اللهم ارحمني إن شئت ليعزم المسألة فإنه لا مُكرِه له
“Janganlah kalian ketika berdoa dengan mengatakan: Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau mau. Ya Allah, rahmatilah aku, jika Engkau mau. Hendaknya dia mantapkan keinginannya, karena tidak ada yang memaksa Allah.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian berdoa, hendaknya dia mantapkan keinginannya. Karena Allah tidak keberatan dan kesulitan untuk mewujudkan sesuatu.”(H.r. Ibn Hibban dan dishahihkan Syua’ib Al-Arnauth)
Diantara bentuk yakin ketika berdoa adalah hatinya sadar bahwa kita sedang meminta sesuatu.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه
“Berdoalah kepada Allah dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai, dan lengah (dengan doanya).” (H.r. Turmudzi dan dishahihkan Al-Albani).
Agar bacaan kita lebih terarah, berikut ini beberapa bacaan dzikir setelah shalat wajib yang diambil dari hadits Nabi yang shahih.
أَسْتَغْفِرُ اللهَ
Astaghfirullaah (3x)
Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَـا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
Allaahumma antas salaamu, wa minkas salaamu, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam
Ya Allah, Engkau Maha Sejahtera, dan dari-Mu lah kesejahteraan, Maha Berkat Engkau ya Allah, yang memiliki kemegahan dan kemuliaan
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، لاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Allaahumma laa maani’a limaa a’thaita walaa mu’thiya limaa mana ‘ta walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu
Ya Allah, tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi pemberian-Mu, dan tak ada pula sesuatu yang dapat memberi apa-apa yang Engkau larang, dan tak ada manfaat kekayaan bagi yang mempunyai, kebesaran bagi yang dimilikinya, kecuali kekayaan dan kebesaran yang datang bersama ridha-Mu
اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Allaahumma a'innii 'alaa dzikrika wasyukrika wahusni 'ibaadatik
Ya Allah, tolonglah aku agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
Laailaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahulmulku walahul hamdu wa huwa 'alaa kulli syai'in Qodiir', laa haula walaa quwwata ilaa billaah
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ
laa ilaaha illallahu walaa na'budu ilala iyyaahu, lahun na'matu walahul fadlu, walahuts tsanaa-ul hasan
Tidak ada tuhan selain Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada Allah, milik-Nya-lah segala kenikmatan, karunia, dan sanjungan yang baik,
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
Laa ilaaha illallaahu mukhlisiina lahud diina walau karihal Kaafirun.
Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, kami mengikhlashkan agama untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci.
سُبْحَانَ اللهِ
Subhaanallaah (33x)
Maha Suci Allah
الْحَمْدُ لِلَّهِ
Alhamdulillaah (33x)
Segala puji bagi Allah
الله أكبر
Allaahu akbar (33x)
Allah Maha Besar
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْـدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syain qadiir
Tidak ada Tuhan selain Allah, sendiri-Nya; tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kerajaan dan pujian. Dia Maha Kuasa atas segala-galanya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Kamis, 11 Juni 2015

Dzikir akan meningkatkan kualitas takwa seorang hamba

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Dzikir akan meningkatkan kualitas takwa seorang hamba.
Dzikir adalah ketenangan sekaligus cahaya yang meronakan hati.
Memperbanyak berdzikir kepada Allah adalah juga benteng seorang muslim dari sifat munafik.
Termasuk ciri-ciri orang munafik adalah menyedikitkan berdzikir.
Allah berfirman tentang orang-orang munafik.
وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا
“Mereka tidak berdzikir kepada Allah kecuali hanya sedikit.” QS An-Nisa’: 142
Ka’ab bertutur:
من أكثر ذكر الله برئ من النفاق
“Siapa yang memperbanyak dzikir kepada Allah maka ia terlepas dari kemunafikan.” Dari kitab Fiqh al-Ad’iyyah wal Adzkar Jilid 1 karya syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin hafizhahullah. Penerbit Dar Ibn ‘Affan, hal 24.
Oleh karena itu, di bagian akhir surat Al-Munafiqun, Allah mengungkapkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” QS Al-Munafiqun: 9
Lisan pun merupakan piranti taqwa kita pada Allah SWT.
Jika seseorang merutinkan dzikir pagi dan petang, membaca do’a dan dzikir nabawiy pada kondisi atau situasi yang memang dianjurkan untuk berdo’a dan berdzikir, mengucapkan kata-kata yang baik dan menahan diri dari ungkapan yang tak pantas maka sejatinya ia sedang menyempurnakan komponen taqwa dan menjaga kesehatan kita.
Lihatlah mereka yang tawadhu’ dan lisannya basah lidahnya bersenam bergerak terus dengan rinai-rinai do’a dan dzikir, kan didapati keteduhannya di wajahnya dan kelembutan hatinya sehat akalnya.
Dalam dada mereka sedang bertandang musim semi yang menyemikan rasa dan kebahagiaan spesial yang tak akan pernah tergambarkan dan terwakili oleh ungkapan kebahagiaan manapun.
Ternyata berdzkir merupakan senam lidah yang dapat mencegah alzeimer atau kehilangan ingatan alias pikun. Konon dari penelitian ilmu kedokteran, syaraf lidah berhubungan dengan otak besar, saat badan kita menjadi tua dan lemah, tanda2 yg muncul terlebih dahulu adalah lidah menjadi kaku.
Jika kita orang sering kali menggerakan lidah dengan senam lidah, akan menstimulasi atau memberi kejutan positif otak besar, mencegah otak mengecil, dan mencapai tujuan kita menyehatkan tubuh kita.
Apalagi kita lebih sering berdzikir dengan la ilaha illa Allah maknanya la ma’buda bihaqq illa Allah, tiada sesembahan yang haq kecuali Allah.
Biasakanlah kita orang selalu berdzikir dengan kalimat La Ilaha Illa Allah, sebelum dipanggil-Nya.
Dzikir akan meningkatkan kualitas takwa seorang hamba.
Dengan mutiara “Al-Furqaan” yang cahayanya berkemilau, bertambahlah kemampuan kita untuk membedakan yang haq dan bathil, bertambahlah hidayah yang Allah kucurkan dan terkikislah kesesatan.
Allah menegaskan mutiara “Al-Furqaan” dalam Al-Qur’an.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu “furqaan” dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” QS Al-Anfal: 29
Agar terbiasa berdzikir, agar mudah ditalqin, bila sudah biasa berdzikir harapannya dapat mengucapkan sendiri tanpa ditalqin saat sakratul maut menjemput kita. In sha ‘ Allah ( ان شاء الله ).
Kita orang apabila menuntun seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan kalimat syahadat Laa Ilaaha Illa Allah dinamakan Mentalqin.
Subhanallah, walhamdulillah, wala ilaha illa Allah, wallahu akbar.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,