Rabu, 09 November 2016

Shalat tidak tuma’ninah ketika shalat.



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Di antara kesalahan besar yang terjadi pada sebagian orang yang
shalat tidak tuma’ninah ketika shalat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggapnya sebagai pencuri yang paling buruk, sebagaimana disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,
أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.
“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari sholat?”.
Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya” (HR Ahmad no 11532, dishahihkan oleh al Albani dalam Shahihul Jami’ 986)
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap perbuatan mencuri dalam shalat ini lebih buruk dan lebih parah daripada mencuri harta.
Tuma’ninah ketika mengerjakan shalat adalah bagian dari rukun shalat, shalat tidak sah kalau tidak tuma’ninah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada orang yang shalatnya salah,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
“Jika Anda hendak mengerjakan shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat al Quran yang mudah bagi Anda. Kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan tumakninah, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud dengan tumakninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk sampai benar-benar duduk dengan tumakninah, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukan seperti itu pada seluruh shalatmu” (HR Bukhari 757 dan Muslim 397 dari sahabat Abu Hurairah).
Para ulama mengambil kesimpulan dari hadits ini bahwa orang yang ruku’ dan sujud namun tulangnya belum lurus, maka shalatnya tidak sah dan dia wajib mengulangnya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkata kepada orang yang tata cara shalatnya salah ini, “Ulangi shalatmu, sejatinya Anda belumlah shalat”.
Perbedaan Khusyuk Iman dengan Khusyuk Munafik
ورأى عمر بن الخطاب رضي الله عنه رجلاً طأطأ رقبته في الصلاة فقال: يا صاحب الرقبة، ارفع رقبتك، ليس الخشوع في الرقاب، إنما الخشوع في القلوب.
Umar Bin Khattab melihat seseorang menundukkan lehernya begitu dalam di dalam shalat. Beliau berkata, "Hai pemilik leher, angkatlah lehermu, khusyuk itu bukan di leher, tapi didalam hati". (Ihya Ulumudin Juz 5 hal 41).
Oleh karena itu di dalam atsar disebutkan: Hudzaifah r.a berkata:
"Waspadalah kalian kepada khusyuk nifaq". Ditanyakan kepada beliau, "Apa yang dimaksud dengan khusyuk nifaq?". Beliau menjawab: "Yaitu engkau melihat khusyuknya tubuh, tetapi hatinya tidak khusyuk". (Kitab Madariju Salikin Jilid 1 hal 521).
قال الإمام ابن القيم رحمه الله: وقال بعض العارفين: حسن أدب الظاهر عنوان أدب الباطن، ورأى بعضهم رجلاً خاشع المنكبين والبدن، فقال: يا فلان، الخشوع ها هنا وأشار إلى صدره لا ها هنا وأشار إلى منكبيه ...
Imam Ibnu Qayyim mengtakan: "Sebagian para ulama menyatakan bahwa perilaku lahiriah yang baik merupakan refleksi dari perilaku batin. (Kitab Madariju Salikin Jilid 1 hal 521).
Namun, ada juga ulama lain yang ketika melihat seseorang yang terlihat khusyuk mengatakan, "Hai Fulan, khusyuk itu letaknya disini", Sambil menunjuk ke arah dada, "Bukan disini...". Sambil menunjuk ke arak pundak.
ورأت عائشة رضي الله عنها شباباً يمشون ويتماوتون في مشيتهم، فقالت لأصحابها: من هؤلاء؟ قالوا نُسَّاك أي عُبَّاد، فقالت: كان عمر بن الخطاب إذا مشى أسرع، وإذا قال أسمع، وإذا ضرب أوجع، وإذا أطعم أشبع، وكان هو الناسك حقّاً.
Aisyah r.a melihat sejumlah pemuda berjalan dengan langkah gontai. Beliau bertanya kepada para sahabatnya, "Siapa mereka?".
Mereka menjawab, "Para nasik ahli ibadah". Aisyah r.a berkata:
"Umar Bin Khattab itu kalau di berjalan sangat cepat, kalau berbicara suaranya lantang, kalau dia memukul menyakitkan, kalau dia memberi makan mengenyangkan, dan dialah ahli ibadah yang benar". (Kitab Madariju Salikin Jilid 1 hal 521).
Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.
Wallahu a'lam bishshawab,
Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,

Senin, 07 November 2016

Tertipu nikmat sehat dan waktu senggang.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Menjalani hari dengan penuh syukur, adalah pekerjaan yang paling menguntungkan. Karena syukur inilah yang akan mengundang segala nikmat yang ada.
Berdoalah agar dijadikan orang yang pandai bersyukur. Karena syukur mampu menjadikan bahagia dan nikmat setiap saat
.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)
Ibnul Jauzi mengatakan, ”Terkadang manusia berada dalam kondisi sehat, namun ia tidak memiliki waktu luang karena sibuk dengan urusan dunianya. Dan terkadang pula seseorang memiliki waktu luang, namun ia dalam kondisi tidak sehat. Apabila terkumpul pada manusia waktu luang dan nikmat sehat, sungguh akan datang rasa malas dalam melakukan amalan ketaatan. Itulah manusia yang telah tertipu (terperdaya).”
Setiap musibah, pasti memiliki nikmat tersembunyi. Syukur adalah salah satu aktifitas yang mampu menyingkap nikmat tersebut.
‘Umar bin Khattab mengatakan,
إنِّي أَكْرَهُ الرَّجُلَ أَنْ أَرَاهُ يَمْشِي سَبَهْلَلًا أَيْ : لَا فِي أَمْرِ الدُّنْيَا ، وَلَا فِي أَمْرِ آخِرَةٍ .
“Aku tidak suka melihat seseorang yang berjalan seenaknya tanpa mengindahkan ini dan itu, yaitu tidak peduli penghidupan dunianya dan tidak pula sibuk dengan urusan akhiratnya.”
Jika selama ini kita selalu dipenuhi oleh kesengsaraan, Sepertinya kita jarang bersyukur. Karena kita orang yang dengan ikhlas bersyukur selalu mendapat jalan keluar.
Ibnu Mas’ud mengatakan,
إنِّي لَأَبْغَضُ الرَّجُلَ فَارِغًا لَا فِي عَمَلِ دُنْيَا وَلَا فِي عَمَلِ الْآخِرَةِ
“Aku sangat membenci orang yang menganggur, yaitu tidak punya amalan untuk penghidupan dunianya ataupun akhiratnya.” [*]
Seberat apapun masalah kita, tetap ada alasan kuat untuk selalu bersyukur.
Rasa syukur akan menambahkan nikmat yang sedikit, dan akan melipat gandakan sesuatu yang banyak.
Semoga Allah selalu memberi kita taufik dan hidayah-Nya untuk memanfaatkan dua nikmat ini dalam ketaatan. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang tertipu dan terperdaya.
Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.
Wallahu a'lam bishshawab,
Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,
[*] Dua perkataan sahabat ini terdapat dalam Al Adabusy Syar’iyyah, Ibnu Muflih, 4/303, Mawqi’ Al Islam
— di Alcal-Modcoll.