Senin, 31 Oktober 2016

Mencuri dari shalatnya?

Di antara kesalahan besar yang terjadi pada sebagian orang yang shalat: tidak tuma’ninah ketika shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggapnya sebagai pencuri yang paling buruk, sebagaimana disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda,

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ: لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ سُجُوْدُهَا.

“Sejahat-jahat pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari sholat?”. Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya” (HR Ahmad no 11532, dishahihkan oleh al Albani dalam Shahihul Jami’ 986)

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap perbuatan mencuri dalam shalat ini lebih buruk dan lebih parah daripada mencuri harta.

Tuma’ninah ketika mengerjakan shalat adalah bagian dari rukun shalat, shalat tidak sah kalau tidak tuma’ninah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada orang yang shalatnya salah,

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا

“Jika Anda hendak mengerjakan shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat al Quran yang mudah bagi Anda. Kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan tumakninah, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud dengan tumakninah, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk sampai benar-benar duduk dengan tumakninah, setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud, Kemudian lakukan seperti itu pada seluruh shalatmu”  (HR Bukhari 757 dan Muslim 397 dari sahabat Abu Hurairah)

Para ulama mengambil kesimpulan dari hadits ini bahwa orang yang ruku’ dan sujud namun tulangnya belum lurus, maka shalatnya tidak sah dan dia wajib mengulangnya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkata kepada orang yang tata cara shalatnya salah ini, “Ulangi shalatmu, sejatinya Anda belumlah shalat”.

Minggu, 23 Oktober 2016

Berupaya Meraih Khusyuk diawali dengan Thaharah.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Berupaya Meraih Khusyuk diawali dengan Thaharah.
Thaharah, kegiatan bersuci umat Islam.
Thaharah berasal dari bahasa Arab اَلطَهَارُ berarti kebersihan atau bersuci.
Thaharah menurut syari’at Islam, kegiatan bersuci dari hadas maupun najis sehingga seorang diperbolehkan untuk mengerjakan ibadah shalat atau tawaf.
Bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan tempat.
Bersuci dari hadas dilakukan dengan mandi, berwudhu, dan tayammum.
اِنَ اللهَ يُحِبُ التَوَابِيْنَ وَيُحِبُ اْلمُتَطَهِرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
لَايُقْبَلُ اللهِ الصَلَاةَ بِغَيْرِ طَهُوْرُ
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” (HR. Muslim).
Air, dasar penggunaan air untuk bersuci dari najis adalah pernyataan Rasulullah berikut ini:
اَلْمَاءُ لَا يُنَجِسُهُ شَيْءٌ اِلَا مَا غَلِبَ عَلَى طَعْمِهِ اَوْ لَوْنِهِ اَوْرِيْحِهِ
“Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jik berubah rasanya, warnanya atau baunya.”(HR. Ibn Majjah dan Baihaqi).
Dalam kajian ilmu fikih, dikenal tiga macam air, yaitu.
Air mutlak ialah air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci serta untuk mencuci. Seperti untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis. Airnya adalah seperti air hujan, air salju atau es atau embun, air laut dan begitu juga dengan Air zamzam.
Sebagaimana firman Allah:
وَيُنَزِلُ عَلَيْكُمْ مِنَ اْلسَمَاءِ مَاءً لِيُطَهِرُكُمْ بِهِ
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengannya.” (QS. Al-Anfal:11)
Air laut, sebagaimana Sabda Rasulullah:
هُوَ اْلطَهُوْرُ مَاؤُهُ اْلحِلُ مَيْتَتُهُ
“Laut itu airnya suci, bangkainya pun halal.”( HR.al-Khamsah)
Air zamzam, sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a:
اَنَ رَسُوْلَ اْللهِ ص. م. دَعَا بِسِجْلللٍ مِنْ مَاءلٍ زَمْزَمَ فَشَرِبَ مِنْهُ فَنَتَوَضَاءْ
“Bahwasanya Rasulullah saw meminta diambilkan satu ember zamzam, kemudian beliau minum dan berwudhu dengan air zamzam tersebut.”(HR.Ahmad).
Air musta’mal ini adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan untuk wudhu atau mandi.
Air musta’mal bukanlah air yang sengaja ditampung dari bekas mandi atau wudhu. Tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandi yang bercampur dengan air dalam bejana atau bak.
Dalam berbagai ungkapan hadis, air musta’mal tidaklah najis, sehingga penggunaannya adalah sah.
Seperti hadis riwayat Maimunah berikut ini:
كُنْتُ اَغْتَسِلُ اَنَا وَ رَسُوْلَ اللهِ مِنْ اِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنَ اْلجَنَابَةِ
“Kami mandi jinabah bersama Rasulullah saw dari satu tempat air yag sama.” (HR. Tarmidzi)
Air yang bercampur dengan benda suci statusnya akan tetap suci selama kemutlakannya terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna, atau rasanya. Misalnya ketika air itu bercampur dengan daun bidara, ai sabun, air kapur dan juga seperti lebah, semut dan lain-lain.
Ketika seseorang ingin bersuci (dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air untuk itu, maka di berikan kemudahan dengan bersuci dengan debu, disebut dengan bertayammum.
Benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu dan semacamnya. Dalam hal ini, dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti untuk beristinja’.
“Najis” menurut bahasa apa saja yang kotor. Sedangkan menurut syara’ berarti kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan kencing.
Secara wujud najisnya, najis dibagi dalam dua,
Najis ‘Ainiyah, semua najis yang berwujud atau dapat dilihat melalui mata atau mempunyai sifat nyata, seperti warna atau baunya kotoran, kencing dan darah.
Najis Hukmiyah, semua najis yang telah kering dan bekasnya sudah tidak ada lagi serta sudah hilang antara warna dan baunya kencing yang mengenai baju yang kemudian kering sedang bekasnya tidak nampak.
Najis Mughallazah, najis yang tergolong berat, yang termasuk kedalam najis ini adalah anjing dan babi.mAdapun cara untuk menyucikan najis ini dengan disamak.
Cara penyamakannya dengan membasuh najis dengan air sebanyak tujuh kali dan salah satu air itu dicampur dengan lumpur, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
Najis Mukhaffafah adalah najis yang ringan. Kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun selain susu dan umurnya belum sampai dua tahun.
Adapun cara untuk menyucikan najis ini adalah dengan diperciki air sampai merata, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
Najis Mutawassithah, najis yang sedang atau pertengahan antara kedua najis sebelumnya. Yaitu najis selain anjing dan babi atau najis selain kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun selain susu. Yaitu seperti kencing manusia, tahi, binatang dan darah.
Untuk menyucikannya adalah dengan mengalirinya air sehingga dapat menghilangkan bekasnya dan hilang pula seifa-sifatnya, seperti warna, rasa maupun baunya, baik najis itu bersifat ‘ainiyah maupun hukmiyah, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
Bersuci dari najis merupakan hal yang wajib dilakukan muslim yang sudah baligh.
Babi, termasuk didalamnya daging, tulang, rambut dan kulitnya, hal ini didasarkan pada firman Allah “....atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu adala kotor.”(QS. Al-An’am:145)
Kencing manusia, baik itu masih bayi maupun sudah dewasa, laki-laki ataupun perempuan. didasarkan hadis nabi saw yang menyebutkan, “Ada seorang badui kencing di Mesjid Nabi, saat lantainya masih berupa pasir dan batu kerikil. Nabi pun melarang tindakan itu. Kemudian beliau menyuruh seseorang untuk membawakan seember air dan menyiramkannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Kotoran manusia. Hal itu sebagaimana sabda Nabi, “Jika salah seorang diantara kamu pergi untuk buang air besar, hendaklah ia membawa tiga batu untuk bersuci dengannya, karena ketiganya sudah cukup memadai baginya.”(HR Abu Dawud, Ahmad, Nasa’i dan Darimi).
Darah Haid, didasarkan sabda Rasulullah “Apabila pakaian dari salah seorang diantara kalian terkena darah haid, hendaklah ia menggosoknya, lalu menyiramnya dengan air, untuk kemudian shalat dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Darah nifas, disamakan dengan darah haid.
Air liur dan keringat anjing; melalui sabdanya, “Sucinya bejana adalah salah seorang diantara kalian jika dijilat oleh seekor anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan yang pertama kali adalah dengan tanah.”(HR. Muslim).
Kencing dan kotoran binatang atau burung yang tidak boleh dimakan dagingnya. Misalnya srigala, burung yang memiliki cakar, dan keledai.
Madzi, yaitu cairan yang berwarna putih yang keluar dari saluran air kencing saat seseorang terangsang. Sabda Rasulullah, “Mengenai keluarnya madzi, ada keharusan wudhu.” (Mutafaqqun ‘alaihi).
Wadi, yaitu cairan berwarna putih yang keluar setelah kencing karena suatu penyakit, kedinginan atau karena sebab lainnya.
Sisa atau bekas makan dan minum babi dan anjing. Sisa makanan dan minuman hewan ini najis, karena air liurnya bercampur dengan makanan dan minumannya tersebut.
Daging bangkai, semua binatang yang hidup di darat, yang kalau mati darahnya tetap mengalir. Sementara binatang yang hidup di dalam air, ikan dengan berbagai macamnya, jika mati hukumnya tidak najis. Adapun binatang yang tidak punya darah mengalir, seperti lalat, semut, nyamuk dan jangkrik, jika mati tidak merupakan najis.
Darah binatang yang disembelih dan darah yang mengalir deras dari tubuh manusia ataupun binatang.
Bagian tubuh ternak yang dipotong saat maih hidup.. Rasulullah saw bersabda:
مَاقُطِعَ مِنَ اْلبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَةُ فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Bagian apapun yang dipotong dari binatang yang masih hidup, adalah bangkai.” (HR, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Kaidah umum bersuci dari najis ialah menghilangkan najis sampai bersih, tanpa sisa, baik bentuk, rasa, warna maupun baunya. Tetapi, jika ada salah satu najis yang sulit untuk dihilangkan, maka diberikan keringanan untuk itu. Misalnya, darah yang sulit dihilangkan warnanya.
Apabila kita menyiramkan air ke tanah atau lantai yang terkena najis, lalu bekasnya hilang, maka hukumnya sudah suci. Demikian itulah ketentuan yang berlaku, kecuali lidah anjing yang menjilat bejana. Untuk menyucikan bejana tersebut harus dibasuh tujuh kali yang salah satunya dengan pasir.
Untuk menyucikan khuf, sepatu atau sandal yang terkena najis, cukup dengan menggosokannya ke tanah sampai bekasnya hilang.
Bersuci dari najis setelah buang air kecil ataupun besar, cukup dengan menggunakan beberapa buah batu yang dapat membersihkan bagian yang terkena najis. Akan lebih baik jika menggunakan air. Dan yang akan lebih baik lagi jika menggunakan air setelah beberapa buah batu.
Jika tanah yang trerkena najis menjadi kering oleh sinar matahari, atau oleh hembusan angin yang bisa menghilangkan bekas najisnya, maka hukumnya suci. Dan untuk menyucikan kencing bayi laki-laki yang hanya menyusu, cukup dengan menyiramkan air secara merata pada bagian yang terkena. Adapun pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan, harus dicuci seperti kalau mencuci air kencing orang dewasa.
Istinja’ dapat dilakukan untuk membersihkan segala hal yang keluar dari kubul dan dubur dengan menggunakan air. Dan Istijmar dapat dilakukan dengan benda kering yang punya daya serap, seperti batu atau benda-benda lainnya.
Jika najis itu berupa kotoran , darah atau darah yang mengenai badan, pakaian atau tempat, maka cara membersihkannya adalah dengan digosok kemudian disiram dengan air, sekali atau beberapa kali. Sampai hilang bau atau rasa dan warnanya.
Hadas secara etimologi ialah seseorang yang tengah berhadas,
Sedangkan secara terminologi ialah sesuatu yang mengkotori aggota tubuh yang bisa mencegah sahnya solat.seperti orang yang junub, haid, nifas dan lain-lain.
Hadas kecil, ialah bila seseorang dalam keadaan bernajis disebabkan buang hajat selama belum beristinjak, maka ia tetap dalam keadaan berhadas kecil.
Hadas besar, keadaan bernajis yang mewajibkan ia mandi sesudah berhadas besar itu, baru dinamakan ia suci dari hadas besar.
Karena bersenggama (bersetubuh suami istri) biar keluar mani atau tidak, maka wajib mandi.
Firman Allah swt. Dalam surat Al-Maidah ayat 6:
وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَا طَهَرُوْا
“Jika kamu junub (bersutubuh) maka hendaklah kamu mandi.”
Keluar mani baik karena bersutubuh atau tidak seperti bermimpi dan sebagainya, maka wajib mandi.
Sebab buang kotoran (haid). Sabda Rasulullah saw. dari ‘Aisyah r.a. berkata: telah bersabda Rasululloh saw. Kepada Fatimah binti Hubaisyi, katanya:“Bila datang haidh maka tinggalkanlah shalat (sembahyang) dan bila telah habis maka mandilah Anda.” Hadits riwayat Bukhari
Karena nifas (darah yang keluar sesudah melahirkan), bila darah nifas itu telah berhenti, maka diwajibkan mandi.
Bersuci dari hadas kecil, mengerjakan shalat wajib ataupun shalat sunat.
Sabda Rasulullah saw. yang artinya:
“Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu bila berhada,sehingga ia berwudu.” (Hadits riwayat Bukhari)
Melakukan thawaf di ka’bah, baik thawaf wajb ataupun thawaf sunat. Dari ‘Aisyah r.a. bahwasanya Nabi saw. Ketika sampai di makkah , pekerjan yang mula-mula dikerakannya ialah berwudu’ sesudah itu beliau melakukan thawaf. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Seseorang yang berhadas besar karena bersetubuh atau bagi wanita karena haidh atau nifas, dilarang mengerjakan:
Shalat (sembahyang) baik wajib maupun sunat.
Thawaf di ka’bah, baik fardhu ataupun sunat, memegang dan membaca Al-Qur’an, masuk ke masjid.
Sabda Rasulullah saw. yang artinya :Aku tidak menghalalkan mesjid bagi orang haidh, nifas dan junub.(Hadits riwayat Abu Daud).
Berpuasa baik puasa wajib maupun sunat.
Mencerai (menthalaq) isteri yang haidh atau nifas.
Dari Ibnu Umar r.a. ernah menceraikan isterinya yang sedang dalam haidh, maka Umar bertanya kepada Rasulullah saw. maka Nabi menyuruh Ibnu Umar agar kembali kepada isterinya, nantikan sampai ia suci dari haidnya, kemudian jika dikehendakinya boleh ditahannya, tapi bila hendak dicerai juga boleh dilakukan sebelum ia di campuri.(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
“Wudhu” adalah cara untuk bersuci dari hadas kecil agar seseorang bisa melaksanakan shalat. Rasulullah saw bersabda:
لَايُقْبَلُ اللهُ الصَلَاةَ مَنْ اَحْدَثَ حَتَى يَتَوَ ضَاءَ
“Allah tidak akan menerima shalat orang yang masih berhadas sehingga ia berwudhu.”(HR. Bukhari, muslim dan lainnya)
Cara berwudhu telah digambarkan oleh allah di dalam al-Quran, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basulah wajah dan tangan kalian sampai siku, dan usaplah kepala kalian dan basulah kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah:6)
Allah berfirman: “Jika kalian sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan lalu kalian tidak memperoleh air, mak bertayammumlah denagn tanah yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS.al-Maidah: 6).
Apakah tayammum itu kemurhan atau azimah ( keadaan terdesak)? Sebagian ulama fikih mengatakan, “Ketika tidak ada air, tayammum itu azimah. Tetapi demi uzur, tayammum adalah kemurahan”.
Apabila berhadas besar, wajib dilakukan mandi wajib. dengan lakukan hal yang wajib saja, Pertama, niat, kemudian mengguyur sekujur tubuh dengan air yang suci dan menyucikan secara merata.
Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.
Wallahu a'lam bishshawab,
Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,

Rabu, 19 Oktober 2016

Berupaya Meraih Khusyu dengan Iman , Ihsan dan Tumakninah



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Berupaya Meraih Khusyu dengan
Iman , Ihsan dan Tumakninah.
Upaya agar shalat khusyuk dan pelaksanaannya, kita sendiri yang menentukan.
Untuk itu, niat tulus dari dalam hati menjadi kunci utama.
Kewajiban kita setiap muslim yang juga masuk dalam rukun islam adalah melaksanakan shalat, khususnya shalat lima waktu.
Untuk mencapai kesempurnaan dalam ibadah shalat kita harus melaksanakannya dengan khusyuk.
Bagaimana kita dapat berupaya meraih khusyu dengan
Iman , Ihsan dan Tumakninah.
Berpijak dari Islam yang dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu Iman,Islam, dan Ihsan.
Iman yang berarti "membenarkan" itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah:
وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: "Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya". Katakanlah: "Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu". Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. QS:At-Taubah: 61.
Iman menurut istilah artinya percaya dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan atau ditunjukkan dengan amal perbuatan.
Pengertian Iman Kepada Allah SWT adalah percaya dengan yakin dalam hati adanya Allah SWT ditunjukkan dengan ucapan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. QS:An-Nisaa: 136.
Dengan demikian, orang yang beriman adalah orang yang percaya Allah SWT., malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, takdir-Nya, dan hari akhir zaman.
Untuk itu, kita muslim yang beriman hendaknya juga tidak memandang ‘Ihsan’ itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari ‘Addin’ dan bagian terbesar dari ke Islamannya.
Dalam mengejawantahkan ‘ihsan’ bagi mahluk sosial seperti kita manusia, khususnya kaum muslim ialah dengan cara berbuat baik.
Karena dengan pemahaman ihsan ini kita merasa selalu diawasi oleh Allah Yang Maha Melihat,
Selain berbuat baik Ihsan juga merupakan salah satu cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah SWT.
Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. QS:Al-Baqarah:186.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, QS:Qaaf:16.
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. QS:Al-Fajr: 14
Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat Ihsan ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an...
Sesungguhnya, dengan keimanan dan ihsan yang berupaya kita raih, perlu ketenangan dan jeda dalam melakukan sesuatu gerakan dalam shalat sebagai salah satu bentuk latihan dalam mengontrol pikiran kita.
Jika kita melakukan sesuatu dengan penuh ketenangan, maka pikiran akan lebih terkonsentrasi pada apa yang sedang kita laksanakan, seluruh tindakan diiringi dengan penuh kesadaran yang tinggi, dan kita senantiasa selalu mengendalikan pikiran kita dengan penuh konsentrasi.
Salah satu rukun shalat terpenting adalah tuma’ninah dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Tuma’ninah adalah tenang sejenak setelah semua anggota badan berada pada posisi sempurna ketika kita melakukan suatu gerakan rukun shalat.
Tuma’ninah ketika rukuk berarti tenang sejenak setelah rukuk sempurna. Tuma’ninah ketika sujud berarti tenang sejenak setelah sujud sempurna.
Tuma’ninah dalam setiap gerakan rukun shalat merupakan bagian penting dalam shalat yang wajib dilakukan. Jika tidak tuma’ninah maka shalat kita tidaklah sah
.
Apabila kita terlalu cepat shalatnya, menjadikan shalat kita tidak tuma’ninah. Jadikanlah sabar dan shalat telah difirmankan Allah SWT.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. QS:Al-Baqarah: 153.
Perlu kesabaran dalam shalat, tenang dan tidak tergesa-gesa, agar kita dapat melaksanakan shalat dengan Tuma’ninah.
Makna tuma’ninah dalam pelasanaan shalat sebagai salah satu cara untuk mencapai kesempurnaan shalat.
“Tuma’ninah” adalah sebagai salah satu rukun shalat diantara rukun shalat yang lainnya.
Tuma’ninah juga sebagai sarana mencapai tingkat kesempurnaan shalat guna membangkitkan kesadaran diri, bahwa kita sedang berhadapan dengan Zat Yang Maha Kuasa
Tuma’ninah dapat dicapai dengan cara rileks dan tidak tergesa gesa dalam melaksanakan gerakan shalat pikiran hanya terpokus pada apa yang sedang dikerjakanya, Usahakan tubuh kita tidak tegang.
Segala sesuatu yang dikerjakan dengan penuh konsentrasi dan ketenangan akan membawa hasil yang baik dan sempurna.
Bagaimana shalat yang baik telah difirmankan Allah SWT dalam suart Al-Baqarah berikut ini.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu´. QS:Al-Baqarah: 238
Pikiran kita yang tenang dan damai adalah pikiran yang penuh dengan energi yang melimpah karena kita hanya berpokus pada satu tujuan, sehingga pikiran tidak terpecah.
Apabia kita damai dan tenang, maka pikiran kita akan terpusat pada apa yang sedang kita lakukan.
Salah satu syarat mencapai tingkatan shalat yang sempurna salah satunya adalah Tuma’ninah,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan tuntunan untuk memperbaiki shalat.
Wahai fulan, perbaguslah shalatmu, tidakkah seorang yang shalat mencermati shalatnya, bagaimana dia mengerjakan shalatnya. Sesungguhnya dia shalat untuk kebaikan dirinya sendiri. (HR. Muslim 5.75/642)
Tumaninah dapat dicapai dengan cara rileks dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan gerakan shalat pikiran hanya terpokus pada apa yang sedang dikerjakanya, Usahakan tubuh anda tidak tegang.
Shalat seseorang tidak akan sah kecuali dengan menunaikan rukun thuma'ninah (ithmi'naan).
Padahal rukun thuma'ninah ini menyertai rukun shalat yang lain, maksudnya adalah bahwa harus ada thuma'ninah ketika berdiri dalam shalat, ketika ruku', sujud dan ketika duduk di antara dua sujud.
Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan shalat tetapi mereka belum shalat (HR. Ahmad).
Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah (HR. Abu Dawud).
Bisa jadi seseorang mengerjakan shalat selama enam puluh tahun, tetapi Allah tidak menerima satu shalat pun darinya.
Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda :
Sesungguhnya seseorang mengerjakan shalat selama enam puluh tahun, tetapi satu shalat pun tidak diterima. Barangkali karena dia menyempurnakan rukuk, tetapi tidak menyempurnakan sujud. Atau, dia menyempurnakan sujud, tetapi tidak menyempurnakan rukuk.
Hal ini berdasarkan hadits Thalq bin Ali al Hanafiy dan Abu Hurairah radliyallahu 'anhuma berikut :
“Allah tidak akan melihat shalat orang yang tidak menegakkan tulang punggungnya antara rukuk dan sujudnya.”
Dari Abu Qatadah, berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sejelek-jelek orang yang mencuri adalah orang yang mencuri shalatnya.” Mereka bertanya : Wahai Rasulullah! Bagaimana dia bisa mencuri shalatnya?
Beliau menjawab : “Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” Atau beliau bersabda :
“Dia tidak menegakkan tulang punggungnya waktu rukuk dan sujud.”
Dalam sebuah Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan tuntunan untuk memperbaiki shalat.
َوَفِي لَفْظٍ لِأَحْمَدَ : ( فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ اَلْعِظَامُ )
Dan menurut lafazh riwayat Ahmad : "Maka tegakkanlah tulang punggungmu hingga tulang-tulang itu kembali (seperti semula)."
َوَمِثْلُهُ فِي حَدِيثِ رِفَاعَةَ عِنْدَ أَحْمَدَ وَابْنِ حِبَّانَ ( حَتَّى تَتْمَئِنَّ قَائِمًا )
Hal serupa terdapat dalam hadits Rifa'ah Ibnu Rafi' menurut riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban: "Sehingga engkau tenang berdiri (mu)."
Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.
Wallahu a'lam bishshawab,
Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,