Kamis, 26 Februari 2015

Sebaik-baiknya shalat Dhuha

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Benarkah Dhuha dapat kita anggap sebagai rasa terima kasih kita orang sebagai hamba Allah SWT atas segala berkah hidup yang diberikan-Nya?
Sebaik-baiknya shalat Dhuha ini seyogyanya kita kerjakan setiap hari, dikarenakan mempunyai banyak kelebihan dan fadhilatnya, dimana kita akan memperoleh ampunan Allah SWT, murah rezeki dan ketenangan jiwa serta kehidupan yang layak.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengerjakan shalat Dhuha dengan istiqamah niscaya akan diampuni dosanya olleh Allah sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.”
Abu Hurairah pernah berkata: “Rasulullah SAW berwasiat kepadaku tiga perkara agar jangan ditinggalkan puasa tiga hari tiap bulan, dua raka’at Dhuha dan Witir sebelum tidur.”
Dari Abu Dzar r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah masing-masing di antara kamu setiap pagi bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu. Maka tiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, dan setiap takbir adalah sedekah. Menyuruh kebaikan adalah sedekah, mencegah keburukan juga adalah sedekah. Dan sebagai ganti daripada itu semua, cukuplah mengamalkan dua rakaat solat Dhuha.” (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud)
Kita orang diajarkan, agar kita berusaha mengejar kebahagiaan akhirat sebanyak-banyaknya, melebihi usaha kita dalam mengejar dunia.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (QS. Al-Qashas: 77).
Kita orang dapat memperhatikan, Allah SWT mengajak kita untuk menjadikan dunia ini menjadi kesempatan untuk mencari kebahagiaan bagi akhirat, sebisa yang kita lakukan dengan tidak melupakan bagian dari kehidupan dunia.
Kita sebagai manusia, pasti juga melakukan aktivitas dunia dan aktivitas akhirat. Berdasarkan ayat di atas, seharusnya aktivitas akhirat, lebih banyak dari pada aktivitas dunia. Dengan kata lain, orientasi akhirat, lebih dominan dari pada orientasi dunia.
Namun sangat disayangkan, di zaman ini, prinsip yang diajarkan pada ayat di atas terbalik. Orientasi dunia kita, cenderung lebih dominan dari pada orientasi akhirat. Bahkan sampai amal ibadah kita yang seharusnya kita lakukan untuk akhirat, turut kita korbankan untuk mendapatkan dunia.
Lebih dari itu, terdapat petunjuk dari firman Allah, pada satu ayat yang selayaknya perlu kita ingat ketika kita sedang beramal.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ( ) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya maka akan Kami berikan imbalan amal mereka di dunia dan tidak dikurangi. Mereka itulah orang-orang yang hanya akan mendapatkan neraka di akhirat dan terhapuslah segala yang telah mereka lakukan dan batal perbuatan yang telah mereka lakukan.” (QS. Hud: 15 – 16).
Untuk itu, murnikan niat amal kita untuk mendapat ridha Allah, dan bukan tendensi dunia. Agar amal kita menjadi amal yang ikhlas.
Terdapat banyak keutamaan shalat dhuha. Dan jika perhatikan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih banyak menekankan masalah akhirat.
Kita simak beberapa hadis berikut,
Hadis dari Abu Buraidah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فِى الإِنْسَانِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلاً فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ ». قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ « النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ
Dalam diri manusia terdapat 360 ruas tulang, wajib bagi semua orang untuk mensedekahi setiap ruas tulangnya." Para sahabat bertanya: "Siapakah yang mampu melakukan hal itu, wahai Nabi Allah?" Beliau bersabda: "Menutupi ludah di masjid dengan tanah, menyingkirkan sesuatu dari jalan (bernilai sedekah). Jika kamu tidak bisa mendapatkan amalan tersebut maka dua rakaat Dhuha menggantikan (kewajiban)mu." (HR. Abu Daud 5242, Ahmad 23037 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بَعْثًا فَأَعْظَمُوا الْغَنِيمَةَ ، وَأَسْرَعُوا الْكَرَّةَ ، فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا رَأَيْنَا بَعْثًا قَطُّ أَسْرَعَ كَرَّةً ، وَلا أَعْظَمَ مِنْهُ غَنِيمَةً مِنْ هَذَا الْبَعْثِ ، فَقَالَ : أَلا أُخْبِرُكُمْ بِأَسْرَعَ كَرَّةً مِنْهُ ، وَأَعْظَمَ غَنِيمَةً ؟ رَجُلٌ تَوَضَّأَ فِي بَيْتِهِ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ، ثُمَّ تَحَمَّلَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَلَّى فِيهِ الْغَدَاةَ ، ثُمَّ عَقَّبَ بِصَلاةِ الضَّحْوَةِ ، فَقَدْ أَسْرَعَ الْكَرَّةَ ، وَأَعْظَمَ الْغَنِيمَةَ
"Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus sekelompok utusan perang, kemudian utusan ini membawa banyak harta rampasan perang dan pulangnya cepat. Kemudian ada seorang berkata: "Wahai Rasulallah, kami tidak pernah melihat kelompok yang lebih cepat pulang dan lebih banyak membawa ghanimah melebihi utusan ini."
Kemudian Beliau menjawab: "Maukah aku kabarkan keadaan yang lebih cepat pulang membawa kemenangan dan lebih banyak membawa rampasan perang?
Yaitu seseorang berwudlu di rumahnya dan menyempurnakan wudlunya kemudian pergi ke masjid dan melaksanakan shalat subuh kemudian (tetap di masjid) dan diakhiri dengan shalat Dhuha. Maka orang ini lebih cepat kembali pulang membawa kemenangan dan lebih banyak rampasan perangnya." (HR. Abu Ya'la dalam Musnadnya no. 6559, Ibn Hibban dalam Shahihnya no 2535, dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wat Tarhib 664).
Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُحَافِظُ عَلَى صَلاةِ الضُّحَى إِلا أَوَّابٌ، وَهِيَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada yang menjaga shalat Dhuha kecuali para Awwabin" beliau mengatakan: "Shalat Dhuha adalah shalatnya para Awwabin" (HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya no. 1224, Hakim dalam Mustadrak 1182 dan dihasankan al-A’dzami)
Awwabiin berasal dari kata Awwab, artinya orang yang kembali. Disebut Awwabin, karena mereka adalah orang yang kembali kepada Allah dengan melakukan ketaatan. (simak Faidhul Qadir 1/408).
Ada satu hadis, yang mungkin karena hadis ini masyarakat mengkaitkan shalat dhuha dengan pintu rezeki. Hadis dari Uqbah bin Amir al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ اكْفِنِى أَوَّلَ النَّهَارِ بِأَرْبَعِ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ بِهِنَّ آخِرَ يَوْمِكَ
Sesungguhnya Allah berfirman: "Wahai anak adam, laksanakan untukKu 4 rakaat di awal siang, Aku akan cukupi dirimu dengan shalat itu di akhir harimu." (HR. Ahmad 17390, dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wat Tarhib 666 dan Syuaib al-Arnauth).
Paling banyak yang dikerjakan oleh Rasulullah ialah delapan rakaat dan paling banyak yang disabdakan oleh baginda ialah dua belas rakaat. Paling sedikit yang boleh dikerjakan adalah dua rakaat.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Wahai anak Adam. Janganlah sekali-kali kamu malas mengerjakan empat rakaat solat Dhuha, maka akan aku cukupkan keperluanmu sehingga waktu petang.” (HR Al-Hakim dan At-Tabrani).
Ulama berbeda pendapat tentang 4 rakaat di awal siang yang dimaksudkan di hadis ini. Ada yang mengatakan: shalat dhuha, ada yang berpendapat: shalat isyraq, dan ada juga yang mengatakan: shalat qabliyah subuh dan shalat subuh. Sebagaimana keterangan Mula Ali Al-Qori dalam Al-Mirqah (3/980). Dan ditegaskan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa para ulama memahami empat rakaat tersebut adalah shalat dhuha (Al-Istidzkar, 2/267).
Tentang kalimat ’Aku akan penuhi dirimu’ Imam as-Sindi menjelaskan ada beberapa kemungkinan makna,
a. Aku cukupi dirimu sehingga terhindar dari kecelakaan dan segala musibah
b. Aku cukupi dirimu dengan diberikan penjagaan dari dosa dan ampunan terhadap perbuatan dosa yang dilakukan di hari itu.
c. Aku cukupi dirimu dalam segala hal. (Ta’liq Musnad Ahmad Syuaib al-Arnauth, 28/613).
Jika kita perhatikan, hadis di atas tidak secara tegas menunjukkan bahwa shalat dhuha membuka kunci pintu rezeki. Hadis ini hanya menjelaskan janji Allah bagi orang yang shalat 4 rakaat di pagi hari, baik shalat subuh, qabliyah subuh atau shalat dhuha, akan dicukupi di akhir hari.
Itupun dengan syarat, shalat 4 rakaat di waktu pagi itu dilakukan ikhlas untuk Allah, bukan karena tendensi untuk dunia. Karena Allah berfirman, ”laksanakan untuk-Ku 4 rakaat..” kata untuk-Ku menunjukkan bahwa itu harus dilakukan dengan ikhlas.
Namun jika tendensinya untuk dunia, untuk melancarkan rezeki, berarti shalat ini dikerjakan bukan murni untuk mengharap ridha Allah. Tapi untuk yang lainnya. Hanya untuk Allah hanya kepada Allah shalat dhuha, tidak perlu diabsen oleh manusia, tidak perlu dinilai oleh manusia karena akan menjadi riya'.
Dikarenakan kita orang menganggap sifat riya’ merupakan satu sikap berbuat baik kepada orang lain, dengan dalih bahwa apa yang kita kerjakan dalam pandangan adalah perbuatan yang terpuji, untuk motivasi, untuk menambah silaturahmi, untuk mengadakan pengajian akbar, tapi ujungnya untuk mencari peluang usaha atau mitra kerja, berbincang mengganggu yang lagi khusuk shalat dhuha, melenceng jauh dari niat dhuha menyembah hanya kepada Allah SWT. hal ini sesuai dengan isyarat Qur’an dalam surah Al-baqarah ayat 11-12:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:“Janganlah kamu membuat bencana dan kerusakan di muka bumi”, mereka menjawab: ”Sesungguhnya kami orang-orang yang hanya membuat kebaikan”. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang sebenar-benarnya membuat bencana dan kerusakan, tetapi mereka tidak menyadarinya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Orang harus ikhlas bekerja

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kerja, bekerja dan bekerjalah terus.
Betapa mulianya bagi saudara kita yang sampai bekerja di negeri rantau orang, semoga terlindungi dan barakah.
Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.
Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan :
مَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ (رواه الطبراني)
Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني)
‘Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani)
Mendapatkan ‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)
Bekerja agar kita Terhindar dari azab neraka
Dalam sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka'" (HR. Tabrani)
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) syurga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang bagus di syurga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. Attaubah, 9 : 72)
Apakah pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga?
Apa syarat – syarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga Allah SWT?
Bagaimana menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga?
Kita orang bekerja dengan niat Ikhlas Karena Allah SWT
النية الخاصة لله تعالى
Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
Kita perlu Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
الإتقان في العمل
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja.
Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda.
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani).
Kita perlu bekerja dengan bersikap Jujur dan Amanah.
الصدق والأمانة
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukan kita orang merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang kita dilakukan.
Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترمذي)
Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)
Dalam bekerja kita orang perlu menjaga etika sebagai seorang Muslim
التخلق بالأخلاق الإسلامية
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda .
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذي)
Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
مطبقا بالشريعة الإسلامية
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal.
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb.
Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,

Minggu, 22 Februari 2015

‘Ihsan’ احسان

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
‘Ihsan’ احسان itu mempunyai banyak arti, namun hakekatnya mencakup segala sikap pribadi yang dapat dirasakan menyenangkan dan mengikat hati baik dalam lingkungan rumah tangga, maupun dalam masyarakat dan negara.
Karena itu ‘ihsan’ merupakan suatu sikap yang baik dan perbuatan baik dalam segala sesuatu pada saat apa pun.
وفى حديث جبريل عليه السلام (ما الاحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك قال صدقت) وذكر الحديث.خرجه مسلم.
Artinya: … engkau sembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, namun jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka Dia (Allah) melihat kamu …
Pelajaran yang dapat diambil dari hadist di atas adalah jika sikap itu dapat dimiliki seseorang maka sikap itu merupakan dasar dan pupuk untuk lahirnya sikap dan perbuatan kita orang baik dalam kehidupan sehari-hari dalam pergaulan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.
Bukankah yang terjadi di negeri kita akhir-akhir ini mengarah pada perbuatan isa’ah untuk berbuat kejelekan, saling menyalahkan, saling memfitnah, saling menjatuhkan, berebut kekuasaan, saling menzdolimi serta merta dengan perbuatan korupsi yang merajalela?
Masing-masing penegak hukum kita tentu memiliki kewenangan hukum masing-masing, yang patut kita hormati, penegakan hukum seharusnya tidak pandang bulu.
Contoh telah termuat dalam Al-Qur’an surat at-Taubah:100 yang menyatakan.
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik (ihsan), Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang agung. QS.9 at-Taubah: 100.
As-Sabiqun al-Awwalun yang maksud adalah:
1. Muhajirin: Kalangan keluarga Rasulullah saw adalah Siti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah. Luar keluarga adalah Abu Bakar ash-shiddiq, di samping itu para sahabat yang dijamin masuk surga.
2. Kalangan Anshar adalah penduduk Madinah yang telah berikrar setia kepada Nabi di Aqabah (Mina), yaitu pertama, pada tahun ke-11 kenabian berjumlah 7 orang, kedua, pada ke-12 kenabian di tempat yang sama berjumlah 72 orang (70 laki-laki dan 2 perempuan), baru yang lainnya setelah mendengar bacaan Al-Qur’an yang dibaca Abu Zarrah Mus’ab bin Umar bin Hasyim.
3. Orang-orang yang telah mengikuti kaum as-Sabiqun al-Awwalun itu dengan baik ialah mereka yang ikut berhijrah ke Madinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau mereka yang membuktikan kebaikan mereka dalam perbuatan dan perkataan setelah mendapat bimbingan dan pelajaran dari para sahabat (as-Sabiqun al-Awwalun), yang merupakan pemimpin yang diikuti dan dijadikan suri tauladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan dan perjuangan menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala (setelah Rasulullah saw wafat); atau orang-orang yang mengikuti mereka dalam ketaatan dan ketaqwaan sampai hari kiamat.
Berkaitan dengan perbuatan manusia. Orang yang berbuat salah dan keliru pada hakekatnya masih dalam batas-batas kewajaran sebagai manusia. Namun di antara ukuran ‘ihsan’ adalah bila orang itu kemudian merasa sedih atau menyesal atas kesalahan atau kekeliruannya itu, lalu bertaubat dan memperbaiki diri (berbuat baik). Dan dia pun akan merasa senang apabila telah dapat berbuat baik.
Sebaiknya kita melihat permasalahan kegaduhan situasi politik hukum saat ini menunjukkan kepastian hukum kita masih bermasalah dan berdampak terhadap investor yang membutuhkan kenyamanan berinvestasi, melihatnya tidak secara emosional, namun secara proposional, jelas masih banyak kekurangan institusi penegak hukum kita tetapi jelas menyudutkan mereka bahkan menempatkan mereka juga salah.
Pembentukan lembaga pemberantas kosupsi dikarenakan ketidakmampuan dan diragukannya independensi institusi yang ada dalam menangangi kasus korupsi dan juga indikasi korupsi dalam tubuh kedua intitusi itu sendiri, tetapi cita-citanya bangsa ini kedepannya adalah adanya lembaga pemberantas korupsi yang profesional dan bersih.
Dalam mengajak berbuat baik, dalam konteks memberantas korupsi lebih baik kita simak secara cermat Sabda Rasulullah SAW berikut ini.
من سرته حسناته و سائته سيئاته فذلك هوالمؤمن ---رواه مسلم
“Barangsiapa merasa gembira berkat kebaikan-kebaikannya, serta merasa sedih akibat kejahatan-kejahatannya (keburukan-keburukannya). Itu pertanda bahwa dia adalah orang beriman (HR. Muslim).
Agar kita kaum muslimin suka berbuat ihsan, karena ihsan adalah sarana yang paling berfaedah bagi keutamaan dan keluhuran budi serta menanam benih-benihnya ke dalam jiwa, disamping secara fitri manusia dalam kehidupannya diperlukan adanya saling berbuat ihsan satu terhadap yang lain.
Oleh karena itu Almuhsinun (orang-orang yang muhsin) dalam pandangan Allah adalah sebagai kekasih-kekasih-Nya. Difirman oleh Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya.
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. QS:Al-Baqarah 195.
Bagaimanapun hubungan seorang insan dengan Tuhannya, tanpa disertai ihsan, maka hubungannya itu tetap dalam keadaan goyah.
Allah berfirman yang artinya : “dan Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang Dia orang yang berbuat ihsan, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh”. (Luqman : 22)
Anjuran untuk berbuat ihsan meliputi pelbagai hal Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah mengharuskan berbuat ihsan dalam pelbagai hal, oleh karena itu, apabila kamu membunuh maka berbuatlah ihsan dalam melakukannya, dan apabila kamu menyembelih maka berbuatlah ihsan dalam melakukannya, dan tajamkanlah pisaunya serta lakukanlah dengan baik”(HR. Muslim)
Dalam hal kita orang selagi berbuat ihsan terhadap orang yang bersalah, telah difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya :
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. QS:Fushshilat 34.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,


Kamis, 19 Februari 2015

Perbuatan kita di masa lampau “tergambar” dan “termanifestasikan” pada hari kebangkitan

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Menurut ayat Al Qur’an dan pesan para Alim Ulama, kita manusia dan perbuatan kita itu abadi, dengan suatu cara, tercatat dan terpelihara untuk selama-lamanya.
Kita sebagai manusia akan mendapatkan perbuatan kita di masa lampau “tergambar” dan “termanifestasikan” pada hari kebangkitan.
Segala perbuatan dan usaha kita manusia berikut amal berkebajikan akan termanifestasikan dalam lukisan yang indah, menarik dan menyenangkan dan akan menjadi sumber kegembiraan serta kebahagiaan.
Sedangkan perbuatan kita yang jahat akan termanifestasikan dalam gambaran yang menyeramkan, menjijikkan, mengerikan dan merugikan, dan akan menjadi sumber kesakitan, penderitaan dan siksaan.
Apa yang mempengaruhi perbuatan kita orang adalah motivasi kita yang tinggi, yang sifanya moralitas, saintifik, religious dan ke-Ilahian.
Kita orang sering mengorbankan kehidupan alami kita sendiri, kehidupan material kita dan kehidupan hewani kita untuk tujuan-tujuan yang lebih tinggi, atau dengan sebutan iman dan amal shalih, yang melaluinya mengharapkan kehidupan abadi dan keridaan Allah SWT.
Semuanya mengungkapkan kapasitas dan kemampuan dalam diri kita manusia untuk kehidupan yang abadi. Mengenai kehidupan abadi telah diifirmankan dalam QS Shad berikut ini.
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. QS:Shaad 27.
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? QS:Shaad 28
telah meminta kepada manusia untuk beriman dan berkebajikan.
Sebagian manusia menerimanya dan menyesuaikan pikiran, akhlak dan perbuatannya dengan kepercayaan mereka.
Sebagian lagi tidak mau menerimanya dan mengikuti perbuatan jahat dan merusak.
Kita lihat bahwa tata dunia ini tidak selalu memberikan ganjaran yag baik atau memberikan hukuman kepada yang berbuat jahat secara tepat.
Terkadang kita sebagai manusia mati sebelum menerima ganjaran kebaikannya, oleh karena itu maka harus ada suatu tempat yang lain untuk memberikan ganjaran baik kepada yang berbuat baik, atau ganjaran buruk lagi jelek bagi yang berbuat buruk.
Kita simak dengan seksama firman Allah dalam al Jatsiyah berikut ini.
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ ۚ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu. QS:Al-Jaatsiyah 21.
وَخَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ وَلِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. QS:Al-Jaatsiyah 22.
Perbuatan manusia terbagi menjadi dua.
Pertama, perbuatan yang sia-sia, tidak bermanfaat, tidak menghasilkan capaian kesempurnaan dalam batas-batas kapasitas kita.
Kedua, perbuatan yang bijaksana, beralasan, sejati, membawa hasil yang menguntungkan dan membawa kepada penyempurnaan yang patut kita peroleh.
Perbuatan-perbuatan kita yang bijaksana membawa kepada kesempurnaan yang patut menjadi hak kita.
Kebijaksanaan Allah adalah cukup pada DiriNya Sendiri saja, dan bukan seperti kebijaksanaan manusia, karena Allah Maha Sempurna.
Kata-kata Imam Ali r.a “Dunia ini adalah tempat yang akan kita tinggalkan sedangkan Kebangkitan adalah tempat kediaman yang kekal”.
Maka siapkanlah hati kita untuk menerima kewibawaan Ilahi, dimana hati kita bagaikan kaset, alat perekam atau kamera yang siap untuk merekam cahaya Rabbul ‘alamin, adapun telinga dan penglihatan adalah alat untuk mendengar dan menyampaikan pada sanubari, oleh sebab itu Allah subhanahu wata’ala berfirman.
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”. QS. Al Israa' 36.
Hal ini menunjukkan bahwa penglihatan dan pendengaran memiliki ikatan yang kuat sehingga berpadu di dalam hati untuk menuntun kepada hal-hal luhur atau sebaliknya yang selanjutnya akan dipertanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala kelak di akhirat.
Kita manusia memiliki perjanjian kepada Allah subhanahu wata’ala sebelum terlahir ke muka bumi, namun hal itu terlupakan dari kita.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Apa hikmah di balik musibah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak sekali cobaan yang melanda negeri tercinta kita Indonesia.
Adanya "drama" yang menampilkan pertentangan lembaga penegak hukum. Jika terus dibiarkan, maka akan berdampak sangat serius, bak puncak gunung es yang semakin tinggi.
Kegaduhan situasi politik hukum saat ini menunjukkan kepastian hukum kita masih bermasalah dan berdampak terhadap investor yang membutuhkan kenyamanan berinvestasi.
Kita ketahui bersama, adanya investasi sangatlah penting untuk menumbuhkan pertumbuhan ekonomi dalam stabilitas keamanan.
Dari serangkaian peristiwa ini marilah kita introspeksi diri kita masing
masing dan merenungi dengan hati yang suci.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang dikehen-daki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari). Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.
Apa hikmah di balik musibah polemik berkepanjangan yang sedang menerpa negeri kita?
Lalu mengapa Allah SWT menimpakan ujian ini kepada hamba-Nya?
Sudahkah kita mengambil hikmah dibalik semua cobaan yang terjadi?
Kasus tersebut lebih baik cepat diselesaikan, dan memang telah diselesaikan.
"Kita semua warga Indonesia, kita ingin berada di pihak yang benar dari hasil keputusan yang bijaksana.
Setelah kita ikuti sejak dari dulu sampai keluarnya keputusan yang bijaksana menurut ukuran pemimpin bangsa itu, dirasa belumlah akan ada akhir ceritanya juga.
Akan tetapi sayangnya sedikit yang bisa mengambil hikmah dari kemelut yang sedang kita derita. Ujian yang semestinya mendongkrak kualitas keimanan dan mengantar pada keberkahan temyata sering membawa kepada murka Allah. Tak lain karena orang yang terkena musibah tak mampu bersikap benar saat menghadapinya.
Namun jika kita mau sedikit merenungkan musibah yang menimpa kita, ternyata banyak hal yang pada mulanya kita anggap sebagai musibah namun pada akhirnya menjadi sebuah berkah bagi yang mengalaminya.
Yang segera tampak adalah perbaikan sistem dan mekanisme pemberantasan korupsi. Pengelolaan institusi penegak hukum mendapat banyak masukan untuk perbaikan, tentunya perlu segera diikuti dengan perbaikan peraturan dan perundangan maupun standart operasional pelaksanaannya.
Sebagian orang lebih mudah untuk bersyukur tatkala menerima anugerah dan kenikmatan dibandingkan bersabar saat sedang diuji dengan musibah.
Maka dari itu sikap yang benar yang harus kita ungkapkan tatkala musibah sedang atau bahkan telah menimpa diri kita ialah berusaha dengan sabar dan mengambil hikmah dibalik musibah tersebut.
Kebanyakan kita orang memandang bahwa musibah sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan. Sesuatu yang menyedihkan dan lagi menggetamkan.
Ternyata, banyak hikmah yang bisa dipetik di balik musibah, baik bagi yang mengalaminya maupun bagi yang lain, entah itu disadari atau tidak.
Namun yang sangat disayangkan ternyata banyak juga hikmah yang kita lewatkan begitu saja.
Musibah dan anugerah adalah 2 hal yang tidak luput dari kehidupan kita sebagai manusia.
Keduanya datang silih berganti pada diri kita manusia tidak memandang tua ataupun muda.
Ketika mendapat musibah kita harus bersabar, jika mendapat anugerah kita harus menyikapinya dengan bersyukur.
Dengan bersyukur akan menambah tabungan kita untuk bekal kehidupan kelak di akhirat.
Barang siapa yang bersyukur niscaya Allah SWT akan menambah nikmat kepada kita orang, dan barang siapa yang kufur sesungguhnya azab Allah sangat pedih.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". QS:Ibrahim 7.
Drama akankah masih bertambah panjang, tidak lagi boleh diam karena akan semakin membingungkan publik pangkal solusi yang mungkin.
Bukankah sengkarut telah terobati dan tidak lagi tambah kalut?
Keputusan yang bijaksana telah dikeluakan. “Bijaksana” yang ada adalah merupakan keputusan pemimpin kita.
Padahal kita tahu yang mempunyai nilai tertinggi bukan pemimpin itu.
Namun demikian yang di Wisdom Devine in Origin bersifat Universal dan Kudus. Sebagai finalnya yang di turunkan adalah Prinsip Yang Tertinggi, yaitu sebagai Supreme Principle atau Sang Pencipta yaitu Allah SWT seperti yang telah difirmankan.
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". QS:Al-Baqarah 32.
Fungsi ’keputusan yang bijaksana’, karena akan diperoleh inti kajian yang sebenarnya sebagai organisme spiritual yang memberikan kepada manusia petunjuk dan tuntunan terus-menerus ke arah pengetahuan kembali, yaitu mengajak insan untuk selalu ingat kepada Allah SWT.
فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS:Al-Baqarah 209.
Sebagaimana dituturkan, bahwa kalau seandainya tidak ada ujian kegaduhan politik ini, maka tidak akan tampak keutamaan sabar pelakunya dan penduduk negeri ini. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.
Anas, meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
Apabila kita orang sebagai hamba-Nya bersabar dan iman kita tetap tegar maka akan ditulis nama kita dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu memunculkan sikap ridha maka kita akan ditulis dalam daftar orang-orang yang ridha. Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka kita akan ditulis nama kita bersama-sama orang yang bersyukur.
Jika Allah mengaruniai sikap sabar dan syukur kepada kita orang sebagai hamba-Nya maka setiap ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.
Rasulullah bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika memperoleh kelapangan lalu ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka itupun baik baginya (juga).”
Wahab bin Munabbih berkata, “Allah menurunkan cobaan supaya hamba memanjatkan do’a dengan sebab bala’ itu.” Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman.
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ
Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa. QS:Fushshilat 51.
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita.
Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ayyub yang berdoa,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". QS:Al-Anbiyaa 83.
Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati berupa khasyyah (rasa takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah maupun ujian yang menyebabkan kita orang sebagai hamba-Nya menjadi istiqamah dalam agama, berlari mendekat kepada Allah menjauhkan diri dari kesesatan.
Amat banyak kita sebagai hamba-Nya yang setelah di timpa sakit kita baru mau memulai bertanya persoalan agama, mulai mengerjakan shalat dan berbuat kebaikan, yang kesemua itu tak pernah kita orang lakukan sebelum mendapat cobaan.
Maka segala cobaan yang dapat memunculkan ketaatan-ketaatan pada hakekatnya merupakan kenikmatan bagi kita yang sesungguhnya.
Hendaknya kita orang sebagai hamba-Nya bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah, sebab walaupun kita sedang terkena musibah sesungguhnya masih ada orang yang lebih susah dari kita, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi.
Hendaknya kita melihat musibah yang sedang kita terima dengan keridhaan dan kesabaran serta berserah diri kepada Allah Dzat yang telah mentakdirkan musibah itu untuknya sebagai ujian atas keimanan dan kesabaran kita.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menukil ucapan ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu: “Tidaklah turun musibah kecuali dengan sebab dosa dan tidaklah musibah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan bertobat.” (Al-Jawabul Kafi hal. 118)
Marilah kita orang kembali kepada Allah dengan bertaubat dari segala dosa dan khilaf serta menginstropeksi diri kita masing-masing, apakah kita termasuk orang yang terkena musibah sebagai cobaan dan ujian keimanan kita ataukah termasuk mereka 'wal’iyadzubillah' yang sedang disiksa dan dimurkai oleh Allah karena kita orang tidak mau beribadah dan banyak melanggar larangan-Nya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,