Jumat, 05 Agustus 2016

Sesungguhnya, semua manusia ketika dilahirkan, dia memiliki fitrah mengenal Penciptanya.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sesungguhnya, semua manusia ketika dilahirkan, dia memiliki fitrah mengenal Penciptanya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ

Semua anak dilahirkan di atas fitrah. (HR. Bukhari 1385 & Muslim 6926)

Tak terkecuali Ibrahim, beliau juga memiliki fitrah mengenal Allah.

Hadis ini juga dijadikan dalil al-Hafidz Ibnu Katsir untuk membantah anggapan di atas,

فإذا كان هذا في حق سائر الخليقة، فكيف يكون إبراهيم الخليل -الذي جعله الله { أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ } ناظرا في هذا المقام ؟! بل هو أولى الناس بالفطرة السليمة، والسجية المستقيمة بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم بلا شك ولا ريب

Jika semua makhluk memiliki fitrah, sehingga Ibrahim, yang Allah nyatakan dalam firman-Nya, (yang artinya) ‘Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dijadikan teladan, lagi patuh
kepada Allah dan hanif. Dan dia bukan termasuk orang musyrik.’

Bagaimana mungkin Ibrahim sebagai Nabi yang besar, juga mencari Tuhan?

Kita tidak ragu, beliau adalah manusia yang paling layak untuk mendapatkan fitrah yang lurus setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/293).

Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal

Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.

Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah.

Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan

Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190).

Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164).

Mengenal Wujud Allah.

Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.

Pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an:

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ):

‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan:

‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan:

‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173).

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah

Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45).
Mengenal Rububiyah Allah.

Rububiyah Allah adalah meng-Esakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14).

Menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah.

Dari sini, kita harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4).

Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya.

Dalam masalah rububiyah sebaiknya kita tidak mengingkarinya dan meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3).

Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:

“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab).

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:

“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87).

“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61).

“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63).

Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan terhadap tauhid Rububiyah Allah.

Tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah.

Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah

Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah.

Allah berfirman di dalam Al Qur’an:

“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:

“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Allah berfirman:

“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36).

Allah berfirman:

“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21).

Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya.

‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya.

Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu).

Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”

Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah

Kita beriman bahwa Allah memiliki nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya.

Dan beriman bahwa Allah memiliki sifatt yang tinggi yang telah

Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)

“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)

Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah.

Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36).

Allah berfirman:

“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33).

“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungan-jawaban.” (QS. Al Isra: 36).

Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.

Wallahu a'lam bishshawab,

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,

Falsafah hidup madya memang masih jarang kita bicarakan.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Falsafah hidup madya memang masih jarang kita bicarakan.

Falsafah ini belum banyak disorot, kendati telah lekat dan mewarnai kehidupan spiritual kita.

Falsafah madya itu lahir dari etika moral yang tidak ingin di-'wah' atau disanjung-sanjung.

Lebih suka hidup sa'madya, artinya hidup dalam ukuran cukup.

Kondisi cukup adalah tidak kaya-tidak miskin, tak berlebihan tapi juga tak kurang sekali.

Cukup, bukanlah pas-pasan, tapi tenteram.

Cukuplah, apabila jiwa kita merasa tentram kepada Allah Ta’ala, tenang dengan mengingat-Nya, dan bertaubat kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, dan menghibur diri dengan dekat kepada-Nya, maka itulah nafsu muthma’innah (jiwa yang tenang). Itulah jiwa yang dikatakan kepada kita tatkala wafat (meninggal dunia),

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ, ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً. فَادْخُلِي فِي عِبَادِي. وَادْخُلِي جَنَّتِي

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.

Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku". QS; al-Fajr: 27-30.

Ketika kita menafsirkan firman Allah Ta’ala, berikut ini.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّة

“Wahai jiwa yang tenang.” QS: al-Fajr: 27.

Berkata Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu: “Wahai jiwa yang membenarkan.”

Qatadah berkata, “Ia adalah jiwa yang beriman, jiwanya tenang kepada apa-apa yang dijanjikan Allah Tabaroka Wata’ala.”

al-Hasan berkata, “Jiwanya tenang dengan apa-apa yang difirmankan Allah Tabaroka Wata’ala dan membenarkan dengan apa-apa yang difirmankan-Nya.”

Mujahid berkata, “Ia adalah jiwa yang kembali tunduk, ia adalah jiwa yang yakin bahwasanya Allah adalah Rabbnya, ia merasa tenang dengan perintah-Nya dan dengan mentaati-Nya, serta dia yakin akan perjumpaan dengan-Nya.” (ad-Durrul Mantsur, 8/513-514)

Beriman kepada Allah Ta’ala, itu ialah kita wajib mempunyai I’tikad dan keyakinan, bahwa
sesungguhnya Allah Ta’ala itu wajib bersifat semua sifat-Nya adalah kesempurnaan, ke-Agungan dan ke-Muliaan.

Sehingga dengan begitu sifat Allah :

Wajib Wujud (Ada) mustahil Adam (Tidak ada).Tidak ada yang lain, kecuali hanya Allah itu sendiri.

Dalil Naqlinya:

اللة الذى خلق السمؤا ت ؤالارض

"Allahul ladzii khalaqas-samaawaati wal-ardla” Allah itu menciptakan langit dan bumi.

"Allah itu bersifat qidam (dahulu), dalilnya“

هؤالاؤل ؤالاجر

"Huwall awwalu wal aakhiru” Allah itu Maha Awal (awwal) dan Maha Akhir.
Allah Ta’ala itu wajib Baqa (kekal), mustahil fana (rusak) tidak seperti mahluk, dalil naqlinya :

كل شيىى هالك الاؤجهه

"ulu Syai-in haalikun illa waj-hahuu” =Segala Sesuatu itu rusak, kecuali Dzat Allah.
Kekalnya dzat Allah Ta’ala, difirmankan pada Surat Ar-Rahman:

وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. QS:Ar-Rahmaan: 27

Allah Ta’ala itu wajib mukhalafah lil-hawadits (Berbeda dengan barang yang baru atau semua mahluk)

Dalil naqlinya :

لس كمثلة ثيء

"Laisa kamitslihi syai-un" yang berarti “Tidak ada sesuatu apapun yang seperti Allah itu”

Allah wajib Wahdaniyah (Esa) dan mustahilt- Ta’addud (terbilang jumlahnya), Jadi Allah Ta’ala itu Maha Esa dalam Dzat-Nya, Sifat-sifatnya, maupun f’al-Nya,

Dalil naqlinya;

لؤكان فحيماالهة الاالله لفسدتا

"Lau kaana fihimaa alihatuila laahu, lafasadataa", artinya jika dibumi dan langit, (yakni di alam semesta ini), bila ada Tuhan selain Allah Ta’ala, keduanya langit dan bumi akan hancur.

AllahTa’ala itu Esa. (Wa ilaahukum ilahun waahidun) ke-Esaan Allah Ta’ala itu digambarkan dalam untaian asma’ul Husna,

Firman Allah SWT dalam surat, QS: Al-Hasyir ayat 23:

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang

Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang

Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. QS:Al-Hasyr: 23.

Allah Ta’ala wajib qudrah (Kuasa) mustahil ajz (lemah), ialah kuasa menciptakan segala sesuatu, memelihara dan menjaga segala yang dijadikan-Nya.

Dalil naqlinya:

ان ا للة عل
كل ثيء قدير

lnnaLaaha’ala kulli syaiin qadiir

"Sesungguhnya Allah itu Kuasa atas segala sesuatu".

Allah itu Iradah (berkehendak) mustahil karahah (terpaksa), jadi segala sesuatu kejadian di alam semesta itu adanya Qadla/Qadar Allah Ta’ala.

Tentang dalil aqli-Nya Allah berfirman :

ؤربك يحلق مايثا ءؤيحتار

"Wa Rabbukayayaa- Yakhluqu maa yasyaa-u wa yakhtaaru"
dan Tuhanmu itu menjadikan apa-apa saja yang dikehendaki dan dipilih oleh-Nya.

Sebagaimana Allah Ta’ala, maha pencipta, dalam Firman-Nya : Qs.Al-Mukminun: (23) ayat 14.

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu

Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. QS:Al-Mu'minuun:14

Firman Allah dalam Surat At-Tin Qs.95, (4-6).

لقد خلقناالاءنسان في احسن ثقؤيم 4 ثم رددنه اسفل سافلين5 الاالذين امنؤا ؤعملؤا اصلحث فلهم اجر غير ممنؤن

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. (surat At-Tin 4-6).

Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.

Wallahu a'lam bishshawab,

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,



Tidak ada gunanya mengeluh, apalagi mengeluh di sosial media.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tidak ada gunanya mengeluh, apalagi mengeluh di sosial media.

Mengeluhlah kepada Allah.

Jauhilah sifat malas dan banyak mengeluh.

Sesungguhnya, kedua sifat itu merupakan kunci dari segala keburukan.

Apabila kitanya malas, niscaya kita tidak akan mampu menunaikan kewajiban.

Apabila kitanya banyak mengeluh, niscaya kita-pun tidak akan sabar dalam menunaikan kewajiban.

Tingkatkan rasa syukur kita, agar kita fokus kepada nikmat dan kebaikan, bukan kepada hal yang negatif.

Kemudian, ambil tanggung jawab untuk mengubah kondisi yang tidak menyenangkan itu.

Mengeluh itu tidak ada gunanya, mengeluh hanya memperparah keadaan dan cobaan dan beban yang ditanggung. Dan, mengeluh bisa mengundang sifat jelek lainnya.

Kini, mengeluh sudah menjadi kebiasaan, bahkan diumumkan melalui media sosial sehingga semua teman dan saudara kita menjadi mengetahuinya.

Jika kita mengeluh, kemudian dikatakan dan juga ditulis di sosial media, kita menyebarkan sikap yang negatif.

Juga sebaliknya, kita pun akan mudah terpengaruh oleh sikap negatif jika teman-teman kita banyak yang menjadi pengeluh.

Lebih baik kita bersyukur agar kesusahan kita hilang. Bukankah dengan bersyukur nikmat akan ditambah?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman 
dalam QS An-nahl : 18, artinya :

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. QS:An-Nahl : 18

Syukur akan memperbaiki ruhiyah kita, agar tidak kufur nikmat dan Allah menambah nikmat lagi.

Syukur sebagai ikhtiar kita, ambil tanggung jawab.

Mengambil tanggung jawab dari kondisi yang tidak kita inginkan jauh lebih baik dibandingkan hanya dengan mengeluhkannya.

Ambil tanggung jawab, karena semua yang terjadi adalah tanggung jawab kita.

Kita orang bertanggung jawab untuk mengubahnya senyampang memohon pertolongan pada Allah SWT.

Perlu kita perhatikan Firman Allah SWT berikut dalam surat. Ar Ra’d: 11.

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila 

Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. QS:Ar-Ra'd: 11

Apabila kita tidak menyukai kondisi saat ini, maka sebaiknya ambil tanggung jawab untuk mengubahnya.

Bukan dengan mengeluhkannya, tetapi dapat kita lakukan dengan cara-cara.

Berdo’a. Minta petunjuk Allah SWT agar kita bisa keluar dari kondisi yang tidak menyenangkan.
Perbanyak istighfar, renungi kesalahan dan dosa serta mohon ampun kepada Allah SWT.

Tenangkan diri. Terkadang kita sulit berpikir dengan jernih jika perasaan kita diisi dengan perasaan negatif.

Hentikan mengeluh, karena mengeluh menambah perasaan negatif.

Belajar menambah wawasan, salah satunya belajar cara mengatasi masalah.

In syaa Allah, kita akan menemukan cara untuk keluar dari kondisi yang sulit dan membebanii.

Jika belum, teruslah berusaha untuk mencari jalan keluar.

Tapi yakinlah kita pasti bisa, karena Allah tidak akan membebani di luar kesanggupan kita.

Sebaiknya kita mengeluh hanya kepada Allah. Mudah-mudahan Allah segera mengubah kondisi kita.

Sebaiknya keluhan kita tidak berisi menyalahkan Allah dan berburuk sangka kepada Allah SWT.

Dikarenakan “Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih).

“Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim).

Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah SAW. mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah SWT tatkala kaumnya telah meninggalkan jauh al-Quran, seperti yang terkandung dalam surat Al-Furqon: 30 berikut.

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". QS:Al-Furqaan: 30.

Begitu pula dengan Nabi Ya’qub dan Nabi Ayub hanyalah kepada Allah beliau mengadukan kesusahan dan kesedihannya, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya: 

“Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah,“ (QS. Yusuf : 86).

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ya´qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya". QS:Yusuf: 86.

Demikian juga Nabi Ayyub a.s. yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, saat ditimpa penyakit dalam surat Al-Anbiyaa’: 83.

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". QS:Al-Anbiyaa: 83.

Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.

Wallahu a'lam bishshawab,

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,

Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba'du,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Apa itu jiwa yang suci?

Bagaimana kita mensucikan jiwa?

Perlulah kita dalam menapaki kehidupan mengetahui ilmu bagaimana cara mensucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.

الخلق عادة الإرادة

Khuluq (akhlaq) adalah membiasakan kehendak, menurut Ahmad Amin jelas menampakkan unsur yang mendorong terjadinya akhlaq yaitu ? adah: kebiasaan dan iradah.

Akhlaq mempunyai standar ajaran yang bersumber kepada al-Quran dan Sunnah Rasul.

Etika berstandar kepada akal pikiran, sedangkan moral bersumber kepada adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.

Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam.
“Shifa” artinya ‘suci bersih’, ibarat kilat kaca, merupakan asal kata TASAWWUF.

Orang arab menyebut “Tasauf” berarti membersihkan hati. Bahasa Yunani “theosofie”

Perkataan ”shuf”, artinya bulu binatang sebab orang yang memasuki tasawwuf itu memakai baju bulu binatang, karena benci dengan pakaian yang indah-indah, pakaian orang di dunia, sebagai lambang akan kerendahan hati mereka, juga menghindari sikap sombong, serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat duniawi.

Orang yang berpakaian bulu domba disebut “ mutashawwif ”, sedangkan perilakunya disebut “tasawuf”.

Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.

فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح

فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح

Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. (Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47).

Kita yang hendak merbersihkan hati, dari penyakit hati; seperti daya upaya memantapkan keihklasan hati, itu adalah hasil dari syahadat.

Kita orang, yang ingin mengetahui isi agama Islam agar dapat bermakrifat kepada Allah Ta’ala dan dapat diterima ibadahnya, maka wajib mempelajari ilmu Tauhid dan Fiqih. Juga orang yang ingin mensucikan diri dari penyakit hati, maka wajib belajar Ilmu ‘Tasawwuf’.

Syahadat itu pokok dari Tasawwuf dan syahadatain merupakan itu sebagai pokok tasawwuf.

Menetapkan dengan yakin perihal adanya Allah SWT, serta berdirinya dengan dzat-Nya sendiri.

Perihal sifat Allah SWT, tentang, Iradah (menentukan sendiri) serta Maha Kuasa, serta Maha Esa-Nya.

Menetapkan bahwa semua perbuatan Allah Ta’ala (af’al), adalah dengan iradat-Nya sendiri Menetapkan kebenaran Rasulullah SAW.

Menetapkan semua itu meyakini didalam hati serta mengamalkan dengan anggota badan, tanpa keraguan dan dengan keyakinan.

Tasawwuf itu suatu kesucian hati dan melaksanakan keimanan kepada Allah Ta’ala sesuai firman-Nya.

Dalam rukun syahadat, makna penetapannya.

ؤبماقل للة باللة امنب

“Amantu billaahi wa bimaa qaalallah”

Saya beriman kepada Allah dan apa-apa yang difirmankan oleh Allah.

Demikian pula dengan syahadat rasul yang disabdakan Rasul junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

امنة بارثؤل ؤبما قال الرسؤل

Amantu birrasuli wa bimma qaalar rasuul.

Saya beriman kepada Rasul dan apa yang disabdakan rasuul.

Sepeti Sabda Rasulullah Muhammad SAW antara lain:

ان اؤل مايخا سب بح العبد بصلاثة فاءن صلحت فقند افلح ؤاء ن قفس فقد خاب ؤ خسر

Inna awwala maa yuhasabubihil‘abdu bishalatihi fa’innshaluhat faqqad aflaha fain’fasadat faqqad’ haba wakhasir.

Sesungguhnya yang pertama kali dihisab seorang hamba adalah shalatnya, maka jika baik shalatnya ia telah beruntung dan berhasil dan jika rusak (shalatnya) maka ia celaka dan rugi.
Tiga pokok keimanan kita, yaitu.

Ilahiyyat (keimanan berhubungan dengan iman اkepada Allah Ta’ala).
Nabawiyyat (Keimanan yang ada hubungannya dengan kepada Nabi Alaiihimus-Shalatu wassalam).

Sam’iyyat (Keimanan yang berhubungan dengan apa-apa yang didengar dari firman Allah swt, serta sabda Rasulullah saw.

Syahadat itu pokok Tasawuuf disebabkan

Nabi Muhammad.saw itu adalah pembesarnya ahli tasawwuf, seluruh ahli tasawwuf berdaya-upaya kepada kesucian hati, menjauhkan sifat-kotor.

Apabila manusia sudah semantap-mantapnya terhadap ke-Esaan Allah Ta’ala serta meyakinkan semantap-mantapnya kepada kebenaran diutusnya Nabi Muhammad SAW, maka akan tumbuh dihatinya rasa (takut kepada llah), dan akan menjadikan Rasululah sebagai Suri Tauladannya, sehingga mengikuti ajaran yang disampaikan melalui beliau sebagai utusan Allah’ dapat dimaklumi serta diketahui segala perkara perlu dikaji menurut kebutuhan masing-masing, dinamakan dengan Ilmu, artinya perantaraan.

Dalam sabdanya Rasulullah SAW, Bahwa Ilmu itu yang lebih utama, dan lebih mulia, jadi menuntut/mencari ilmu terutama ilmu Tauhid itu wajib bagi umat Islam.

Sabda Rasulullah SAW:

العلمؤامامؤالعمل ؤالعمل تبعة

Al’Ilmu imaamul ‘amali, wal amalu taabi’uhuu, artinya :
Ilmu adalah pemuka amal, dan amal adalah pengikut ilmu tersebut.
Sesungguhnya landasan normatif tasyawwuf adalah Alquran, seperti yang dinyatakan dalam Firman-Nya.

وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ إِنَّ اللّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." QS. Al-Baqoroh:115.
Demikian juga halnya dengan Al-Hadits, diantara sekian banyak Hadits Rasul yang menjelaskan tentang nilai-nilai spiritual.

Dalam Al-Qur’an di firmankan : manakah diantara rezeki baik yang telah kami berikan padamu.
Dan dalam sebuah hadits : “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya dan bekerjalah untuk aktivitas mu seakan-akan kamu akan mati esok hari”. Maksud Nabi Muhammas SAW ialah beliau ingin memberi suri teladan untuk manusia tentang ketangguhan yang tidak mengenal lemah.

Bahwa kita hidup di dunia adalah suatu perjalanan, tujuan kita adalah akhirat. Namun, persiapan bekal untuk akhirat, tidak menutup kita untuk mempersiapkan bekal dalam perjalanan hidup di dunia ini untuk diri sendiri dan keluarga. Rasulullah pernah mengingatkan kita untuk bisa menyeimbangkan antara keduanya. “Bekerjalah untuk duniamu, seakan-akan kau akan hidup selamanya. Dan beramal buat akhiratmu, seakan-akan kau akan menemui ajal esok pagi.”

Dalam konteks ini, kita tidak hendak membahas ilmu hadits, karena penjelasan ulama’ mengenai status ”hadits” tentang ini sudah cukup jelas, yaitu bukan sabda Nabi SAW. (tolong dapat saudara baca di assilsilah adh-dha’ifah Albani atau hadits-hadist bermasalah Prof Ali Mustafa ya’kub).
Tetapi yang mau di lihat disini adalah makna dari ungkapan diatas. Walaupun bukan ungkapan Nabi, belum tentu juga ungkapan tersebut akan bermakna batil. Ungkapan tersebut juga tercantum dalam kitab Tanbihul Ghafilin, yang ditulis oleh seorang yang alim (Al-Faqih As-Samarqandi). Ungkapan ini digunakan untuk mengatakan bahwa seorang muslim harus mampu mencari nafkah.

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,


Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah SWT sehingga bisa mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi kemungkaran serta mengajarkannya kepada orang lain.

Wallahu a'lam bishshawab,

Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh,