Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma
ba'du,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Aja Leren Lamun Durung Sayah, Aja Mangan Lamun Durung
Luwe ”
Janganlah berhenti jika belum lelah, jangan makan jika
belum lapar.
Kita orang memang harus bekerja keras lagi kepayahan,
telah tersirat jelas anjuran ini dalam firman Allah SWT berikut ini.
عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ
"bekerja keras lagi kepayahan",
QS:Al-Ghaasyiyah | Ayat: 3
Kerja Bekerja dan bekerjalah terus, semangat berkerja
haruslah senantiasa selalu tumbuh, menjadi manusia yang penuh aktifitas adalah
suatu hal pasti karena design tubuh manusia memungkinkan demikian.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ
وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. QS: At-Taubah
105.
Kita orang selagi masih hidup memang dituntut untuk
bekerja keras untuk kehidupan dan beribadah kepada Allah SWT, karena semua
kegiatan ibadah juga memerlukan hasil kerja untuk melaksanakannya.
Apabila kita orang mudah menyerah dan bermalasan, padahal
belum mengalami titik puncak prestasi kerja secara tuntas, atau belum capek
kita sudah beristirahat. Jangan terlalu cepat menyerah, senantiasa semangat
tinggi berkarya, karena kalau kita cepat menyerah nanti akan menjadi satu
kebiasaan malas yang berulang-ulang untuk karya selanjutnya.
Capek dalam hal ini adalah lebih menitik beratkan tidak
adanya keseimbangan antara pikiran dan perasaan. Dimana kedua hal ini tidak
sinkron lagi. Karena kalau capek kita paksakan maka akan membuat kita frustasi,
kalau kitanya frustasi akan menghasilkan karya yang jelek lagi buruk.
Hendaknya kita selalu rajin bekerja, dan sebaiknya kita
tidak suka menganggur tidak berbuat apa-apa.
Sekali-kali kita boleh beristirahat untuk mengembalikan
kesegaran jasmani kita jika belum benar-benar merasa lelah.
Kecuali itu, hendaknya kita dapat mengekang kecenderungan
kita untuk selalu makan, sebab jika kita terlampau mengalah terhadap nafsu
makan kita, martabat kita sebagai manusia dapat menurun.
Sebaiknya kita hanya makan, jika kita benar-benar merasa
lapar.
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ
كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا
يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ
مِنْهُ الْمَاءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۗ وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,
bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang
mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur
jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan. QS: Al-Baqarah 74.
Harus luwes dan lincah dalam bekerja, saatnya jaman
kreaktif dituntut lebih inovatif, bilamana perlu gunakan teknologi dan
informasi melalui saluran yang benar lagi legal.
Dalam kehidupan berumah tangga, “Aja Leren Lamun Durung
Sayah”, jangan berhenti untuk selalu saling membangun dan saling berkomunikasi
secara efektif dalam segala hal, jangan mudah menyerah kepada pasangan yang
ngeyel, tetaplah selalu mempertahankan semangat dan daya juang yang tinggi,
agar selalu dalam kemanunggalan.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), anak
dan murid melakukan tanpa harus memikirkan kapan harus berhenti karena orang
tua atau guru tahu/wruh kapan anaknya dan muridnya kapan capeknya.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain
(bermasyarakat), janganlah kita berkilah atau menghindar untuk selalu
senantiasa punya kesempatan membangun masyarakat yang beradab.
Bagaimana kita dapat mengendalikan diri, mengurangi rasa
egoistik kita, tidaklah rakus, tamak lobak, tidak serakah lagi buas.
Sebagaimana kita ketahui, kemampuan mengekang diri adalah
suatu hal yang amat penting. Kemampuan yang demikian itulah yang membedakan
kita manusia dengan binatang.
Begitu pula kemampuan diri itulah yang membedakan manusia
beradab dan manusia yang tidak beradab.
Kita sebagai manusia apabila dapat mengekang diri tentu
akan berlaku halus, lebih sopan dan akan bersikap mempunyai tenggang rasa
terhadap orang lain.
Kita orang yang dapat mengekang diri tidak mungkin
bersikap rakus, mau menangnya sendiri, sewenang-wenang dan merasa paling kuasa,
padahal tidak ada artinya di hadapan Allah SWT.
Sesungguhnya, telah menjadi watak dan karakter pada
manusia, tidak dapat menerima semua hukum dan perintah Allah dan tidak dapat
sesuai dengan selera kita. Namun, bukan berarti, ketika hukum dalam persaingan
tidak sesuai dengan selera, kemudian kita boleh menolaknya. Lebih jelasnya mari
kita simak firman Allah berikut ini.
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bisa jadi, kalian membenci sesuatu sementara itu baik
bagi kalian, dan bisa jadi, kalian mencintai sesuatu sementara itu buruk bagi
kalian. Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.” (QS. 2
Al-Baqarah: 216)
Pada Al-Baqarah 216 tersebut, Allah akhiri dengan firman-Nya (yang artinya), “Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.”
Pada Al-Baqarah 216 tersebut, Allah akhiri dengan firman-Nya (yang artinya), “Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.”
Rahasia di balik penyebutan keterangan di atas oleh
Allah, setelah Dia menyatakan bahwa hukum-Nya terkadang tidak sesuai dengan
selera manusia, adalah untuk menunjukkan kalau sesungguhnya Allah lebih
mengetahui hal yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri.
Allah lebih mengetahui tentang kebutuhan hidup kita
daripada kita sendiri. Karena itu, yang dijadikan tolok-ukur baik dan buruk
dalam kehidupan manusia bukanlah kecenderungan dan selera hati manusia. Namun,
yang menjadi tolok-ukur adalah pilihan Allah Ta'Alla. Demikian keterangan dari
Ibnul Qayyim, sebagaimana termuat dalam Al-Fawaid, 91.
Ya Allah, kami mohon limpahan kurnia dan Ihsan-Mu,
anugerahkan kami ilmu yang bermanfaat, hati yang khusu'. amalan yang Engkau
terima, rezeki yang luas, jalan yang lurus yang Engkau ridhai, bukakanlah pintu
hati kami, agar kami sentiasa mendapat taufiq dan hidayah, mampu membuat
keputusan dengan tepat, sesuai dengan kehendak-Mu ya Allah, untuk membina insan
rabbani yang berkualitas dan masyarakat sejahtera, di samping memperoleh rahmat
dan keridhaan-Mu.
Ya ALlah, terimalah segala kerja dan khidmat bakti kami
dengan sempurna, sebagai amal ibadah kami kepada-Mu.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu
'alaikum warahmatullahi wa barakaatuh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar