بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
ُ
ُ
Saat kehidupan kita sedang pasang, semua keinginan kita dikabulkan Allah, semua usaha kita berhasil dengan baik, kekayaan kita berlimpah-limpah, kebutuhan kita tercukupi.
Sebaliknya, pada waktu kehidupan kita sedang surut, semua keinginan kita seolah tidak dikabulkan Allah, semua usaha kita gagal, dan kehidupan menjadi serba kekurangan, sementara keperluan anak, pendidikan, asupan gizi dan kesehatan meningkat, hendaknya kita tetap tabah.
Kita tak akan diuji melebihi kemampuan manusia. Kemampuan manusia terbatas pada kekuatannya sebagai mahluk yang lemah penuh kekurangan. ‘Sapa nandur nguduh’, siapa menanam akan memetih buahnya. Barang siapa menanam kebaikan akan memetik hasil yang baik, barang siapa menanam keburukan dan kejahatan akan memetik keburukan, hukuman dan siksaan-Nya. Mari kita simak firman-Nya berikut ini.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". QS:2 Al-Baqarah: 286.
Bukankah, cobaan itu diberikan dengan nikmat yang baik2 atau bencana yang buruk, agar kita menjadi baik?
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. al-A’raf [7]: 168)
Pendek kata, apapun yang kita dapat berupa kesenangan atau kesusahan, kejayaan atau kesengsaraan, kekuasaan atau pengangguran, keuntungaan atau kebangrutan hendaknya dapat kita terima sebagai pemberian Allah dengan kepercayaan bahwa Allah selalu berkemauan baik terhadap kita umat-Nya.
Ungkapan ‘hendaknya dapat menerima dengan tawaqal’ “Sing Narima”,
Ini mengandung nilai ke arah sikap menerima segala kenyataan yang dihadapi sebagai realisasi kehendak Allah SWT.
Ini mengandung nilai ke arah sikap menerima segala kenyataan yang dihadapi sebagai realisasi kehendak Allah SWT.
“Pasrah lan Sumarah”, bersikap menyerah, seperti mati sudah, karena cobaan yang berlebihan ekses ulah perbuatan buruk yang kotor jahat lagi keji.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” QS:21 Al-Anbiyaa: 35.
Allah sumber kehidupan. Semua mahluk hidup mendapat hidup dari-Nya. Manusia sebagai mahluk hidup juga mendapat hidup dari-Nya.Nikmat mana lagi yang disembunyikan?
Ibnu Zaid rahimahullah berkata, “Maka Kami (Allah Subhanahu wa Ta’ala) menguji mereka dengan perkara yang disenangi dan perkara yang dibenci. Kami uji mereka dengan cobaan ini agar Kami melihat dengan nyata, apakah mereka bersyukur ketika mendapatkan kesenangan dan apakah mereka bersabar ketika ditimpa musibah.” (Tafsir ath-Thobari 9/25).
Al-Kalbi rahimahullah berkata, “Manusia diuji dengan kejelekan, kemiskinan, bala’, harta benda yang banyak dan anak.
Ingatlah selalu, anak dan istri tersayang bahkan dapat menjadi musuh bagimu akibat ulah salah kelola yang kurang mensyukuri nikmat-Nya dan kurangnya iman dan ketaqwaan, diperingatkan dalam QS:64.At-Taghaabun: 14.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa kekayaan dan kemiskinan adalah bahan ujian dan cobaan untuk manusia. (Bada’iu Tafsir Ibnul Qoyyim al-Jauziyah 3/185).
Oleh karena itu sudah selayaknya jika manusia menempatkan hidupnya di bawah kekuasaan dan pimpinan Allah.
Suatu hal yang tidak bisa kita ingkari, bahwa hidup manusia tidak lepas dari ujian, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitahu kepada kita.
«وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً »
(Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).) Bukti kebenaran firman Allah ini telah kita saksikan bersama, bahwa setiap saat kita tidak lepas dari ujian, baik berupa kesenangan atau kesengsaraan.
Ibnu Jarir berkata, “Kalimat نَبْلُو dalam ayat ini memiliki (arti, -ed) ujian atau cobaan. Ujian ini ada kalanya berupa kesenangan dan bencana. Firman-Nya:
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun yang dimaksud hasanat dan sayyi’at dalam ayat ini ialah kenikmatan dan musibah, bukan ketaatan dan kemaksiatan.” (Fatawa Ibnu Taimiyah 8/111).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Allah menguji kalian dengan kesengsaraan dan kenikmatan, sehat dan sakit, kaya dan fakir, halal dan haram, taat dan maksiat, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir ath-Thobari 11/240)
Sedangkan makna فِتْنَةً sebagaimana yang dikatakan Ibnu Rojab al-Hambali ialah bala’ ujian dan cobaan, kadang menyedihkan dan kadang menyenangkan. Sedangkan istilah fitnah sering dipakai untuk hal yang menyedihkan.” (Tafsir Ibnu Rojab al-Hambali 1/298)
Allah mengingatkan orang yang beriman, hendaknya bersabar ketika menghadapi ujian.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. al-Ankabut [29]: 2)
Hidup kita ini berlimpahkan nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu semua bukan untuk main-main dan sia-sia, akan tetapi untuk beribadah kepada-Nya.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. al-Mu’minun [23]: 115)
Karena itu pada akhir ayat di atas, Allah memberitahu bahwa kita pasti akan kembali kepada-Nya, dan akan menerima imbalan sesuai dengan amal masing-masing, jika berat timbangan amal kebaikannya, maka akan dimasukkan Surga atas limpahan karunia-Nya. Bila ringan amal baiknya, maka akan dimasukkan Neraka karena keadilan-Nya.
« وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ »
Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Ibnu Abbas berkata, “Kepada Kami (Allah) kalian dikembalikan, lalu kamu diberi imbalan atas amalan kamu yang baik dan yang jelek. (Tafsir ath-Thobari 11/240).
Ibnu Abbas berkata, “Kepada Kami (Allah) kalian dikembalikan, lalu kamu diberi imbalan atas amalan kamu yang baik dan yang jelek. (Tafsir ath-Thobari 11/240).
Sudah selayaknya manusia akan menyerah pada pengaturan, takdir, qadha dan qhadar yang pasti dengan maksud baik, walaupun secara lahir terkadang terasa menyakitkan, bahkan menyusahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar